Rancang Bangun Perzakatan Indonesia
Tim penyusun blueprint (cetak biru) zakat
dan pengurus FOZ menyepakati tiga butir kesepakatan terkait dengan isi
blueprint zakat yang sedang disusun tim blueprint saat ini. Ketiga butir
kesepakatan itu meliputi, pertama, sasaran yang akan dicapai di dalam
penyusunan blueprint zakat, kedua, tahapan dalam setiap periode pencapaian dan
ketiga, visi pengelolaan zakat tahun 2018. Ketiga kesepakatan itu diperoleh
saat pembahasan blueprint zakat, Kamis 19 Juli di Wisma Pupuk Kujang Cikampek
Jawa Barat.
Ada delapan sasaran yang ingin dicapai
dalam penyusunan blueprint zakat. Delapan sasaran itu meliputi ; Regulasi,
Kebijakan, Aspek Syariah, Lembaga Regulator dan Pengawas, Lembaga Operator, SDM,
Penghimpunan dan Pendayagunaan. Sedangkan jumlah tahapannya adalah tiga tahap
dan setiap tahap disepakati empat tahun. Dengan demikian tahap I adalah periode
tahun 2007-2010, tahap II tahun 2011-2014, tahap III tahun tahun 2015-2018.
Menurut penuturan Ketua Tim Blueprint,
Teten Kustiawan kesepakatan ini masih belum final karena masih dibawa kepada
forum yang lebih tinggi lagi. "Ini baru kesepakatan awal di tingkat
pengurus FOZ. Setelah itu tim menyusun ulang sesuai kesepakatan di tingkat
pengurus itu, selanjutnya diadakan lokakarya yang pesertanya terdiri dari OPZ
dan masyarakat umum," ungkap Teten. Kesepakatan yang diambil dari
lokakarya itulah, lanjutnya, yang akan menjadi pedoman penyusunan blueprint
zakat.
Dari delapan sasaran yang ada, tiga sasaran
di antaranya dibahas lebih lanjut saat itu, karena dianggap paling penting di
dalam penyusunan blueprint zakat. Sedangkan selebihnya diserahkan pembahasanya
kepada tim blueprint. Ketiga sasaran itu berkaitan dengan kelembagaan zakat.
Yakni berkaitan dengan siapa yang bertindak sebagai Operator, Regulator dan
Pengawas.
Mengingat saat ini terdapat banyak lembaga
yang bertindak sebagai operator (lembaga yang menghimpun dan menyalurkan zakat)
baik swasta (LAZ) maupun pemerintah (BAZ) maka perlu dimunculkan satu organ
lagi yang berfungsi sebagai Koordinator.
”Koordinator sangat penting dimunculkan
karena memiliki banyak fungsi,” ujar Teten. Diantara fungsi kordinator adalah
mengkoordinasi manajemen, melakukan penilaian kinerja lembaga, sebagai pusat
data dan informasi, melakukan capacity building lembaga zakat dan melakukan
sertifikasi lembaga dan amil.
Koordinator, lanjutnya, bisa berasal dari
lembaga independen bukan pemerintah atau lembaga independen tetapi ditetapkan
oleh pemerintah. Pilihan lainnya adalah sebuah lembaga di bawah departemen
(Depag, Depsos, Depkeu, atau semacam BI). Pilihan ini masih belum disepakati
oleh tim dan pengurus FOZ.
Depag Regulator Makro
Diskusi menghangat saat menentukan siapa
yang bertindak sebagai regulator. Sebagian besar mengusulkan Depag. Sebagian di
antaranya mengusulkan adanya kementerian zakat di tahun 2018. Akhirnya
disepakati Depag bertindak sebagai regulator yang bersifat makro, dalam arti
menyusun ketentuan perundang-undangan seperti UU, PP (Peraturan Pemerintah) dan
penyusunan Kepmen (Keputusan Menteri).
Sedangkan untuk regulasi teknis yang
berkaitan dengan ketentuan-ketentuan mikro seperti kriteria amil, kriteria
mustahik, membuat fikih zakat, standardisasi laporan, mengeluarkan dan mencabut
izin lembaga zakat, dilakukan oleh lembaga independen. Bentuk organ ini bisa
semacam Badan Zakat Nasional (BZN) atau bisa jadi diperankan oleh BAZNAS “yang
ada saat ini“ dengan cakupan tugas yang lebih luas lagi.
Di samping membuat regulasi teknis, BAZNAS
juga sekaligus berperan sebagai Pengawas. Di mana fungsinya di antaranya
memberikan penilaian terhadap kepatuhan, memberikan rekomendasi untuk
pencabutan izin, melakukan pengawasan operasi dari lembaga operator, menerima
dan menindaklanjuti pengaduan dari masyarakat dan melakukan pembinaan terhadap
Organisasi Pengelola Zakat.
Operator Tidak Tunggal
Pada tahun 2018 sebagai tahap akhir
pencapaian penataan zakat di Indonesia, para peserta rapat menyetujui lembaga
operator tidak tunggal dengan koordinator yang berasal bukan dari operator.
Artinya lembaga yang mengelola zakat tetap banyak seperti sekarang ini tapi
harus ada koorditornya yang bukan berasal dari operator. Bentuknya bisa semacam
BZN (Badan Zakat Nasional) atau BAZNAS.
Jika diperankan oleh BAZNAS, maka BAZNAS
mempunyai empat fungsi sekaligus yakni sebagai Koordinator, Regulator mikro
sekaligus Pengawas dan, Operator (mengumpulkan pembayaran zakat dari lembaga
pemerintah, BUMN dan warga negara Indonesia yang ada di luar negeri). ”Seperti
inilah kelembagaan zakat yang dikehendaki oleh tim blueprint zakat dan sesuai
dengan kepentingan saat ini,” tandasnya.
Pilihan operator tidak tunggal menurut
salah satu peserta dianggap paling tepat. Karena pilihan ini dianggap bisa
mengakomodir seluruh kepentingan lembaga zakat saat ini dan cenderung tidak
meniadakan yang lain. Peserta tersebut juga menambahkan lembaga zakat yang ada
saat ini masih tetap diberi kesempatan untuk berbenah dan memperbaiki
kinerjanya sehingga bisa menjadi lembaga zakat yang kredibel.
Alternatif lainnya seperti operator tunggal
meskipun ideal dirasa belum mewakili aspirasi masyarakat saat ini.
Namun demikian seleksi alamiah akan
menjawab mana lembaga zakat yang dipercaya dan mana lembaga yang akhirnya tidak
dipercaya dan harus melebur dengan lembaga lainnya atau tidak beroperasi sama
sekali. na
Oleh : ben bejo Dari Sumber : Majalah
INFOZ+
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.