FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI PEMBAYARAN ZAKAT
MASYARAKAT
PRENGGAN-KOTAGEDE YOGYAKARTA
Abstract
Zakat is very important to
help solve problems of poverty, social disparity, and unemployment. The Special
Province of Yogyakarta has a significant potential of zakat, however, the fund
raised is still comparably low. As the first step towards an effort to increase
zakat funds, this research identifies factors that affect zakat payment.
The research is conducted in
the suburb of Prenggan, district of Kotagede, Yogyakarta ,
using sample size of 90 respondents. The research studies factors affecting
zakat payment of the local community through the following free variables:
income level, religiousity, working ethos, and the role of local pesantren.
Survey results are analyzed using the theory of exchange and theory of
reference group.
The analysis shows that the
four free variables used in the research is capable of describing factors
affecting zakat payment, with contribution of 38.1%. The most influential
factor is income level, with contribution of 11.47%. Following is working ethos
with contribution of 10.79%, role of pesantren with contribution of 8.37%, and
religiousity with the least contribution of 7.43%.
Key
words: Income , Religiousity,
Working ethos, and the Role of local pesantren.

Pendahuluan
Berdasarkan
sensus penduduk 2000, jumlah penduduk Provinsi DIY sebanyak 3.107.919 jiwa. 92
persen atau 2.859.285 jiwa diantaranya adalah umat Islam. Jika diasumsikan dari
jumlah penduduk yang beragama Islam itu yang menjadi muzakki minimal setengah
atau 1,5 persen saja, maka akan diperoleh muzakki sebanyak 14.296 orang lebih.
Misalkan setiap orang akan membayarkan zakatnya (zakat harta, perdagangan,
pertanian, zakat profesi atau jenis zakat lainnya) sebesar Rp. 500.000,-
pertahun atau sebesar Rp. 41.600,- perbulan, maka akan terkumpul dana zakat
sebesar Rp. 6 milyar lebih pertahun atau Rp. 500 juta lebih perbulan. Belum
lagi jika ditambah dengan zakat fitrah, infaq, sedekah, dan wakaf. Tentu akan didapatkan atau diperoleh angka yang lebih
besar lagi. Namun kenyataannya zakat yang terkumpul pada tahun 2003 di
Yogyakarta tidak lebih Rp. 500 juta. Hal ini
menunjukkan bahwa potensi zakat tersebut masih sekedar potensi, belum
digali dan diberdayakan secara optimal.
Isu-isu yang muncul di seputar masalah keberhasilan atau pemungutan
zakat, menurut Qardhawi (1991:16) antara lain adalah: pertama, perluasan
cakupan harta wajib zakat; kedua, manajemen yang profesional; ketiga,
distribusi yang baik. Isu lain yang muncul adalah kurangnya kepercayaan
masyarakat terhadap lembaga BAZIS (khususnya Muzakki)); kurangnya
profesionalisme pengurus BAZIS ; kurangnya pemahaman masyarakat tentang zakat,
dan pendapatan-pendapatan apa yang harus dizakati (yang dikenal selama ini
adalah zakat fitrah); kurangnya transparansi dari pengelola zakat; publikasi
dan penyuluhan (sosialisasi) yang belum
intensif; berkaitan dengan double tax; dan situasi ekonomi yang belum stabil.
Sedangkan menurut Saefuddin, umat Islam masih enggan mengeluarkan zakat, infak
dan sedekah antara lain karena mereka tidak merasakan langsung kesenangan atau
manfaatnya. Mereka melihat hanya pihak penerima (mustahiq) yang merasakan
langsung manfaat Zakat (Republika, 03/12/2001).
Dalam merespon harapan ummat akan munculnya lembaga
penghimpun/pengelola dana umat yang amanah, transparan dan profesional, apalagi
pada era otonomi daerah sast ini, maka pembenahan pengelola ZIS seperti BAZIS
DIY, DSUQ, PKPU, DDS Al Falah dan lain lain, merupakan hal yang sangat mendesak
dan bersifat strategis. Sebagaimana dikemukakan Saefuddin (1998:56-57), bahwa
untuk mewujudkan cita-cita ini memang perlu dibangun kelembagaan dan manajemen
zakat yang canggih, tangguh dan kuat serta berkemampuan dalam memecahkan
masalah kesejahteraan umat kini dan masa mendatang.
Untuk melaksanakan langkah-langkah tersebut di atas, terlebih dahulu
harus mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pembayaran zakat masyarakat.
Apabila faktor-faktor tersebut sudah berhasil ditemukan maka langkah selanjutnya
diupayakan alternatif implikasi kebijakan untuk mencari jalan keluarnya. Dengan
demikian diharapkan kebijaksanaan yang dilakukan dapat bersifat tepat guna dan
bermanfaat bagi mereka yang memerlukannya, sehingga tujuan zakat untuk
memberantas kemiskinan dan memeratakan pendapat dapat berhasil dengan baik.
Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan dalam pengentasan kemiskinan
adalah melalui upaya pemberdayaan masyarakat. Upaya pemberdayaan ekonomi
masyarakat perlu diarahkan untuk mendorong perubahan struktural, yaitu dengan
memperkuat kedudukan dan peran ekonomi rakyat dalam perekonomian nasional
(Sumodiningrat, 1998:170). Perubahan struktural ini mensyaratkan
langkah-langkah dasar yang meliputi pengalokasian sumber daya, penguatan
kelembagaan, penguasaan teknologi, serta pemberdayaan sumber daya manusia.
Dengan tetap mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang tinggi di berbagai bidang
kegiatan yag meluas, maka ciri utama dalam pembangunan ekonomi mendatang adalah
harus tetap berkisar pada usaha reformasi kesejahteraan dalam kehidupan
masyarakat, yaitu dengan berpedoman pada pemihakan dan pemberdayaan masyarakat
ekonomi lemah.
Zakat yang merupakan salah satu dari lima nilai instrumental yang
strategis (Saefuddin, 1998:46) dan sangat berpengaruh pada tingkah laku ekonomi
manusia dan masyarakat serta pembangunan ekonomi, tampaknya akan semakin
populer. Selain karena kesadaran menjalankan agama di kalangan umat Islam
semakin meningkat, dorongan untuk membayar zakat juga datang dari pemerintah.
Mulai tahun 2002 wajib pajak yang telah mengeluarkan zakat akan mendapatkan
keringanan sekitar 2,5 persen dalam membayar pajak penghasilan (PPh). Setiap
Muslim yang membayar zakat nantinya akan memperoleh Nomor Pokok Wajib Zakat
(NPWZ) sebagai bukti pembayaran zakat yang kemudian disampaikan ke Direktorat
Jenderal Pajak. Bukti pembayaran zakat itu diserahkan ke Kantor Pajak untuk
mendapatkan keringanan tersebut, sehingga wajib pajak cukup membayar PPh
sebesar 10 persen dari yang seharusnya 12,5 persen. Dirjen Pajak telah menyosialisasikan keinginan ini ke daerah.(Al Munawwar, Kompas, 22/11/2001)
Keputusan pemotongan pajak ini akan membawa implikasi luas, baik dalam
bidang ekonomi maupun sosial. Sebagai negara yang penduduknya mayoritas Muslim,
nilai potensi zakat akan bertambah semakin besar. BAZ Nasional dan Daerah yang
mengelola zakat secara profesional akan mengalokasikan dana tidak hanya pada
sektor konsumtif saja, tetapi sudah pada tingkat yang lebih baik yaitu, sektor
produktif. Adanya pergeseran pengelolaan dana masyarakat senilai 2,5 persen
dari PPh Muslim dari Departemen Keuangan beralih ke BAZ, diharapkan penyaluran
dana dapat lebih transparan, tidak melalui birokrasi yang berbelit dan tingkat
akuntabilitasnya semakin baik. Jika BAZ Nasional dan Daerah mengelolanya secara
profesional, maka Zakat akan memberikan dampak yang positif bagi pemberdayaan
seluruh umat (Sriyana, Kedaulatan Rakyat, 3/12/2001).
Masyarakat muslim dengan kesadaran keIslamannya percaya bahwa zakat
adalah kewajiban yang harus dilaksanakan. Dengan keyakinan agamanya, zakat
dianggap sebagai tiang Islam, maka bagi siapa yang mengabaikan tiang Islam,
sanksinya keislamannya dan keimanannya dianggap tidak sempurna. Jadi seorang
mukmin harus dermawan. Kalau jadi seorang mukmin, tetapi kikir, itu berarti
imannya belum sempurna. Arti kikir dalam konteks ini adalah mengabaikan zakat.
Zakat sebagai salah satu pilar ekonomi Islam, juga memiliki fungsi
sosial yang sangat besar. Zakat yang dikelola dengan baik, baik penerimaan,
pengambilan ataupun pendistribusian, dapat merupakan modal dalam upaya
peningkatan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat, bahkan dapat mengurangi
masalah kemiskinan. Pemanfaatan zakat yang berasal dari umat Islam harus
dikelola dan disalurkan secara efektif sebagai suatu sisi pemberdayaan ekonomi
umat. Maka usaha sosialisasi zakat kepada masyarakat harus dilakukan secara
terus menerus. Di sisi lain, zakat sebagai komoditi yang bernilai ekonomis,
pembayarannya selalu dikaitkan dengan pendistribusian yang menyangkut
kesejahteraan umat. Tokoh-tokoh Islam memahami bahwa fungsi zakat sebagai
pendistribusian, kesejahteraan umat sesuai dengan pesan Islam, setidaknya
fungsi solidaritas sosial dalam konsep sosiologi zakat dapat ditemukan.
Kotagede yang lebih dikenal sebagai kota perak, juga dikenal sebagai
pusat kebudayaan Jawa dan sebagai salah satu kantong Muhammadiyah. Muhammadiyah
masuk di Kotagede sekitar tahun 1916 dan berkembang sejak tahun 1970. Saat ini
di Kotagede disamping terdapat banyak
sekolah-sekolah dan organisasi yang didirikan Muhammadiyah, juga terdapat tiga
pesantren yang berada di dusun Prenggan. Sumbangan Muhammadiyah yang patut
dicatat dalam perkembangan ekonomi masyarakat Kotagede adalah penyadaran bahwa
bekerja mencari sesuap nasi adalah
merupakan persoalan agama. Bekerja mencari uang dan menggunakan untuk hidup
adalah persoalan di mana dituntut pengabdian agama.. Dengan kata lain
sesungguhnya Muhammadiyah telah meletakkan dasar etos kerja pada masyarakat
Kotagede.
Pesantren, sebagai salah satu lembaga Islam yang dikenal di Indonesia,
memiliki peran penting dalam usaha memberdayakan ekonomi masyarakat. Dengan
karakteristiknya yang khas, diharapkan pesantren dapat berperan lebih nyata dan
‘membumi’, karena pada umumnya mereka lebih mudah berinteraksi dengan
masyarakat di sekitarnya. Pesantren sebenarnya juga mampu memobilisasi
partisipasi masyarakat atau mempengaruhi lembaga desa. Selain itu seorang kiai
di pesantren juga dianggap sebagai prototipe seorang muslim yang ideal dan
terkesan sebagai seorang pimpinan simbolis yang tidak mudah ditiru. Faktor
itulah yang mengakibatkan timbulnya ketaatan umat Islam kepadanya, sekalipun ia
tidak pernah secara tegas menginginkan hal itu kepada pengikutnya.
Dengan adanya pemimpin informal, pesantren mempunyai kemampuan yang
cukup potensial sebagai penggerak/motivator masyarakat untuk ikut
berpartisipasi dalam pembangunan pada umumnya dan pemberdayaan ekonomi pada
khususnya. Akan tetapi menggunakan jasa pesantren sebagai penggerak masyarakat
untuk mengeluarkan atau membayar zakat, maupun mengelola operasional zakat
bukanlah suatu hal yang mudah. Selama ini mayoritas masyarakat membayar
zakatnya kepada lembaga atau tempat yang sudah sangat dipercaya, seperti BAZIS,
Masjid ataupun langsung menyerahkan kepada fakir miskin. Akibatnya pelaksanaan
zakat di masyarakat muslim sampai saat ini belum tepat karena kurangnya dampak
positif kesejahteraan sosial dari zakat. Organisasi keagamaan seperti Bazis
telah mencanangkan program penanggulangan kemiskinan dengan berusaha
memanfaatkan sumber dana dalam bentuk zakat, infak dan sedekah. Hanya saja
banyak diantara program-programnya yang dilaksanakan menjadi tersendat dan
mengalami kemandekan (Usman, 1998)
Ada beberapa alasan yang mendasari
peneliti memilih Kelurahan Prenggan sebagai tempat penjaringan data. Pertama, daerah penelitian ini
memiliki karakterisitik khusus, yaitu sebagai daerah yang dapat dikatakan
terbuka, pola okupasinya tidaklah tunggal, dan masyarakatnya lebih dikenal
sebagai perajin perak. Lapangan kerja yang berkembang dengan baik di Prenggan
Kotagede, diantaranya adalah kerajinan perak, emas, kuningan tembaga,
kayu/meubel, bambu, kipo, yanko, penjahit/bordir , kulit dan catering/snack.
Kedua, Kotagede
terkenal sebagai kantung Muhammadiyah kedua setelah Kauman. Di mana terdapat 3
Pondok Pesantren di Kelurahan Prenggan, yaitu Pondok Pesantren Nurul Ummah,
Nurul Ummahat dan Fauzul Muslimin.
Ketiga, Kotagede terletak tidak jauh dari tempat tinggal
peneliti, yaitu masih dalam satu provinsi, sehingga akan sangat membantu dalam
proses penelitian.
Paper ini merupakan hasil penelitian yang mencoba mengungkapkan sejauh
mana pengaruh tingkat pendapatan, tingkat keagamaan, dan tingkat etos kerja
terhadap pembayaran zakat masyarakat Prenggan, Kotagede, Yogyakarta, dan apakah terdapat hubungan yang positif antara
faktor-faktor di atas dengan pembayaran zakat masyarakat di sekitarnya.
Kajian Pustaka
Berdasarkan dokumen yang ada di perpustakaan, penelitian tentang zakat
telah ditulis beberapa orang. Beberapa hasil penelitian di Indonesia menyatakan: pelaksanaan zakat di Malang
mempunyai beberapa hambatan: keterbatasan pengetahuan masyarakat akan jenis
zakat, nishab dan haul; adanya pembenturan kepentingan antara lembaga zakat
dengan pemerintah; dan sikap kurang percayanya muzakki seputar pengalokasian
dana zakat (Suprayogo, 1996:9-10). Fenomena pengamalan zakat yang tidak tepat
sasaran, khususnya masyarakat muslim Krakitan yang membayarkan zakatnya
langsung kepada dukun, guru ngaji, dan kyai.(Pribadi, 2000:11)
Kesadaran masyarakat Kauman-Yogyakarta dalam menunaikan zakat sangat
dipengaruhi oleh landasan transendental keagamaannya (Qur’an dan Hadits) dan
pola struktur pemikiran keagamaan masyarakat yang polisentris memberi zakat
langsung kepada mustahik (Jupri, 2001:10). Kesadaran masyarakat Sawitsari untuk
membayar zakat dipengaruhi oleh faktor pendapatan dan pendidikan (Suhasti, 1999:34). Pada dasarnya
Islam bukanlah agama yang sekedar mengajarkan aktifitas ritual seremonial
belaka, bahkan lebih jauh Islam memberikan konsep mengenai berbagai aspek kehidupan,
termasuk di dalamnya berbicara konsep ekonomi. Dalam sistem
ekonomi, Islam mengajarkan beberapa konsep semisal: inheritance, wills, public
goods, state expenditure, exceptional taxes, social insurance, games of chance
interest on money-lending dan sebagainya. (Hamidullah, 1959: 95)
Diantara
berbagai bentuk potensi ekonomi yang diajarkan Islam, zakat merupakan sumber
dana yang paling potensial dibanding yang lainnya. Zakat dalam ajaran Islam
bukan semata-mata merupakan kewajiban agama yang bersifat ibadah ritual an sich
bagi setiap individu muslim. Tetapi lebih
jauh zakat (the aims) bagi manusia maupun masyarakat modern memiliki dimensi
moral, sosial dan ekonomi. Secara moral, zakat mampu mengikis habis ketamakan
dan keserakahan si kaya, dari sisi sosial mampu sebagai alat yang khas untuk
memberantas kemiskinan di masyarakat sekaligus menyadarkan si kaya akan
tanggung jawab sosial mereka terhadap masyarakat. Secara ekonomi mampu mencegah
penumpukan kekayaan pada segelintir orang dan memungkinkan adanya distribusi
kekayaan di masyarakat. Hal ini akan mencegah terjadinya kesenjangan ataupun
kecemburuan sosial antara si kaya dan si miskin. ( Mannan, 1997:256)
Pendapatan adalah jumlah uang yang diterima oleh seseorang atau lembaga atau perusahaan dalam bentuk
gaji, upah, sewa, laba, bunga dan lain sebagainya bersama-sama dengan tunjangan
ataupun uang pensiun, dari hasil kegiatan usahanya, baik sebagai perajin,
pegawai maupun majikan.
Keagamaan adalah pemahaman tentang suatu ajaran atau kepercayaan pada satu atau
beberapa kekuatan yang mengatur dan menguasai alam, manusia dan jalan hidupnya,
baik kehidupan di dunia dan di akherat.
Etos kerja adalah sikap terhadap kerja yang dimanifestasikan dalam kemauan untuk
bekerja, disiplin waktu, tanggung jawab, berpandangan kedepan, tekun, kreatif,
pola hidup hemat, dan tidak kikir mengeluarkan zakat.
Pesantren mempunyai dua arti: (1) tempat orang beribadah dengan sungguh-sungguh;
(2) tempat orang mendalami agama (mengaji).
Zakat
menurut bahasa umum adalah suci, bersih atau tumbuh. Menurut istilah syara
ialah mengeluarkan sejumlah harta tertentu untuk diberikan kepada orang-orang
yang berhak menerimanya.
Kerangka teori
Asumsi dasar pendekatan fungsionalisme struktural menyatakan bahwa pada
dasarnya masyarakat terintegrasi atas kesepakatan anggotanya akan nilai-nilai
kemasyarakatan tertentu yang memiliki daya mengatasi perbedaan-perbedaan
pendapat dan kepentingan diantara para anggotanya, dan masyarakat dipandang
sebagai suatu sistem yang secara fungsional terintegrasi ke dalam suatu bentuk
equilibrium (Nasikun, 1988:14). Dengan demikian pendekatan ini berasumsi bahwa
masyarakat merupakan kumpulan dari sistem-sistem sosial yang satu sama lain
saling berhubungan dan saling tergantung. Sehubungan dengan hal itu, perubahan pada
suatu sistem akan berpengaruh pada sistem sosial lainnya. Atau dengan kata lain
bahwa setiap struktur dalam sistem sosial akan fungsional terhadap sistem yang
lain .
Asumsi Robert K. Merton tentang pendekatan fungsionalisme struktural
yang menyatakan harus adanya pembedaan antara pengertian fungsi dan disfungsi
serta harus adanya konsep-konsep alternatif fungsional dalam pelaksanaan
analisisnya dianggap tepat apabila diterapkan pada masyarakat yang memiliki
perbedaan-perbedaan diantara kelompok-kelompok yang ada sebagai akibat adanya
kepentingan yang berbeda pula. Dengan model inilah Merton menampilkan teori kelompok referens.
Teori ini tepat untuk mengadakan pendekatan terhadap suatu proses integrasi
dalam suatu masyarakat yang mempunyai sistem sosial yang berbeda, sebagai
akibat adanya perbedaan asumsi dasar antara kelompok referens dengan partisipan
atau mereka yang menjadi anggotanya.
Dengan pendekatan teori kelompok referens yang menyatakan bahwa sistem
yang mengidentifikasi, membandingkan, merujuk, tidak harus menjadi anggota
kelompok referens, maka anggota masyarakat sekitar pondok pesantren dapat juga
mengidentifikasi, membandingkan, merujuk pada pondok pesantren.
Pengidentifikasian diri, pembandingan, perujukan oleh pesantren dan masyarakat
di sekitar pesantren tersebut karena pesantren mempunyai kecenderungan memahami
dan memegang teguh nilai-nilai agama yang dianutnya. Bagi mereka yang
mengidentifikasi, membandingkan, merujuk, beranggapan bahwa hal itu dilakukan
karena bersifat fungsional, sedangkan bagi mereka yang tidak berperilaku
demikian karena mereka berasumsi bahwa hubungan dengan pesantren bersifat
disfungsional.
Disamping itu teori kelompok referens juga tepat digunakan untuk
mengadakan pendekatan terhadap hubungan antara pesantren dengan sistem lain
yang beda persepsinya. Hal tersebut sesuai dengan apa yang dikatakan oleh
Merton yang menyatakan bahwa teori kelompok referens dapat digunakan untuk
mengadakan pendekatan pada kelompok referens yang beda persepsinya dengan
kelompok partisipan.
Dari sudut
pandang yang lain G. Homan mempelopori kemunculan teori pertukaran (exchange theory). Pada mulanya teori ini dibangun untuk mengkritik
teori fungsional dalam memberikan penjelasan-penjelasan terhadap perkembangan
struktural, yang mengabaikan studi tentang individu. Fokus pandangan
fungsionalisme bertumpu pada organisasi atau struktur. Individu hanya dianggap
sebagai orang yang menempati status/posisi tersebut. Dipihak lain justru Homan
membangun teori pertukarannya pada landasan konsep-konsep dan prinsip-prinsip
yang diambil dari psikologi perilaku dan ekonomi dasar.
Homan menegaskan mengenai arti pentingnya psikologi bagi penjelasan
fenomena sosial. Homan mengakui bahwa fakta sosial tertentu selalu menjadi
penyebab dari fakta sosial yang lain, tetapi penemuan yang demikian belum tentu
merupakan suatu penjelasan, menurutnya yang perlu dijelaskan adalah hubungan
antara penyebab dan akibat dari hubungan itu selalu diterangkan oleh proposisi
psikologis. Variabel-variabel psikologi selalu menjadi variabel perantara
diantara dua fakta sosial. Sehingga fakta sosial berperan penting terhadap
perubahan tingkah laku yang bersifat psikologis yang menentukan bagi munculnya
fakta sosial baru yang berikutnya.
Demikian juga dalam penelitian ini penyusun berusaha untuk
memperhitungkan dua variabel psikologi, yaitu variabel keagamaan dan etos
kerja, yang diduga akan memberikan sumbangan penjelasan terhadap pembayaran
zakat masyarakat Prenggan- Kotagede.
Homan memulai teorinya dengan ilmu ekonomi bukan dengan psikologi.
Teori pertukaran bertumpu pada asumsi bahwa orang terlibat dalam perilaku untuk
memperoleh ganjaran atau menghindari hukuman. Transaksi yang demikian
menyatakan bahwa interaksi sosial tidak jauh berbeda dengan transaksi ekonomi
yang selalu didasarkan atas penghargaan timbal balik. Pemikiran awal tentang
teori ini ternyata tidak dapat dilepaskan dari ide yang pernah dilontarkan oleh
para pendahulunya, misalnya seperti Adam Smith, David Ricardo, John Stuart Mill
(Zamroni, 1990:61).
Mengacu dari ekonomi dasar, Homan mengambil konsep seperti biaya (cost), imbalan (reward) dan keuntungan (profit).
Gambaran dasar mengenai perilaku manusia yang diberikan oleh ilmu ekonomi
adalah bahwa manusia terus menerus terlibat dalam memilih diantara
perilaku-perilaku alternatif, dengan pilihan yang mencerminkan cost and reward.
Melalui konsep ekonomi dasar tersebut Homan memandang bahwa reward
paralel dengan konsep psikologis yaitu tentang dukungan (reinforcement), sedang
konsep ekonomi mengenai biaya paralel dengan konsep psikologis yaitu hukuman
(Johnson, 1986). Dengan demikian pertukaran sosial tidak akan selalu diukur
dengan nilai uang, sebab dalam transaksi sosial dipertukarkan hal-hal yang
nyata dan tidak nyata. Misalnya pekerjaan tidak hanya menyediakan ganjaran intrinsik
berupa persahabatan, kepuasan dan mempertinggi harga diri. Bahkan memungkinkan
pekerja itu terhindar dari pandangan negatif karena menganggur.
Demikian pula halnya keterlibatan masyarakat Prenggan pada waktu membayar zakatnya, ganjarannya dapat
berupa kepuasan, ibadah dan juga memungkinkan masyarakat terhindar dari hukuman
melalaikan kewajiban agama ataupun
kekurangan/ketidakcukupan dalam mencukupi kebutuhan. Dalam menjelaskan proses
pertukaran demikian, Homan mengemukakan lima proposisi teoritiknya yang saling
berkaitan sebagai suatu perangkat. Masing-masing proposisi hanya menyediakan
sebagian penjelasan untuk menjelaskan seluruh perilaku kelima proposisi yang
harus dipertimbangkan. Proposisi itu mencakup proposisi sukses, proposisi
stimulus, proposisi nilai, proposisi
deprivasi-satiasi, dan proposisi
restu-agresi.
Dihubungkan dengan keterlibatan masyarakat Prenggan pada waktu membayar
zakat, maka jelas dengan adanya pendapatan yang diterima setelah bekerja
merupakan wujud dari imbalan jerih payah yang telah dilakukan. Dan imbalan
inilah salah satu diantaranya sebagai faktor pendorong untuk mengulangi
dihari-hari berikutnya.
Sejalan dengan kerangka berfikir di atas, maka penelitian ini mempunyai
beberapa asumsi dasar:
1.
Di dalam
bekerja seseorang akan mendapat pendapatan yang berbeda-beda. Pendapatan
seseorang akan mempengaruhi pembayaran zakatnya.
2. Pengetahuan keagamaan yang dimiliki seseorang akan
memberi bekal pemahaman tentang zakat .
3. Pengetahuan keagamaan yang dimiliki seseorang akan
mempengaruhi sikap hidupnya serta prestasi kerjanya.
4. Pesantren mempunyai kemampuan sebagai motivator
masyarakat untuk meningkatkan tingkat keagamaan serta turut berpartisipasi
dalam pemberdayaan zakat.
Dari berbagai hal di atas akan diuji suatu hipotesis berikut ini:
1.
Ada korelasi
yang signifikan antara pembayaran zakat dengan pendapatan. Artinya semakin
tinggi tingkat pendapatan seseorang,
maka akan semakin tinggi pula pembayaran zakat masyarakat .
2.
Ada korelasi
yang signifikan antara zakat dengan
keagamaan. Artinya semakin tinggi tingkat keagamaan seseorang, maka akan
semakin tinggi pula pembayaran zakatnya.
3.
Ada korelasi
yang signifikan antara zakat dengan etos kerja. Artinya semakin tinggi tingkat
etos kerja seseorang, maka akan semakin tinggi pula pembayaran zakatnya.
4.
Hubungan
antara pesantren dengan masyarakat di sekitarnya berkorelasi positif dengan
pembayaran zakat masyarakat. Artinya makin tinggi tingkat hubungan antara
masyarakat dengan pesantren, makin tinggi pula tingkat pembayaran zakat
masyarakat di sekitar pesantren.
Metodologi
Paper ini menempatkan variabel
dependen atau partisipatif sebagai variabel terpengaruh, yaitu variabel zakat. Sedangkan variabel
independen atau penjelas atau
bebasnya adalah variabel pendapatan, keagamaan, etos kerja dan pesantren.
Pemilihan lokasi penelitian dilakukan di kelurahan Prenggan kecamatan
Kotagede Yogyakarta. Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah mereka
yang mempunyai pekerjaan sebagai pegawai, perajin/pedagang, yang kesemuanya
bertempat tinggal di sekitar tiga pondok pesantren kelurahan prenggan. Dari hasil survei,
diperoleh data jumlah pegawai, perajin/pedagang sebanyak 819 orang.
Metode pengambilan sampel yang
digunakan adalah cluster random sampling,
yakni sebuah sampel yang diambil secara acak sehingga tiap populasi
penelitian/satuan elementer dari populasi mempunyai kesempatan yang sama
sebagai sampel. Sampel penelitian ini
berjumlah 90 kepala keluarga yang bertempat tinggal di sekitar pesantren.
Untuk mencapai pada suatu generalisasi pada tingkat populasi maka
sampel yang diambil harus dapat mencerminkan populasi secara keseluruhan. Oleh karena itu di dalam
penarikan sampel ini masing-masing anggota populasi harus mempunyai kesempatan
yang sama untuk menjadi sampel penelitian.
Untuk menentukan besarnya sampel secara keseluruhan, digunakan ketentuan dari Hubert J. Arkin
yaitu sebesar 91 untuk populasi antara 500 - 1000. Namun demikian dalam
penelitian ini sampel sengaja dibulatkan menjadi 90, dengan pertimbangan
disamping untuk memudahkan perhitungan juga hasilnya akan lebih mewakili pada
tingkat populasi. Untuk mendapatkan data digunakan serangkaian cara sebagai
berikut: observasi, interview, kuesioner, dokumentasi.
Untuk mendapatkan data yang dapat dipercaya maka
diperlukan alat ukur yang dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Untuk
mencapai alat ukur yang reliabel ada bermacam cara pengujian diantaranya adalah
dengan rumus Alpha:

di
mana r 11 =
reliabilitas instrumen
k = banyaknya butir
pertanyaan/banyaknya soal
ås b2 =
jumlah varian butir
s t 2 =
varian total
Untuk
memperoleh jumlah varian butir maka dicari dulu varians setiap butir, kemudian
dijumlahkan, formulanya:

di mana X = skor butir
N = jumlah responden

Sedang
untuk mencari varian total digunakan formula:

Hasilnya
kemudian dikonsultasikan dengan tabel r product moment, jika nilainya lebih
besar dari r product moment dapat dikatakan bahwa instrumen tersebut reliabel.
Untuk mengetahui besarnya sumbangan
variabel bebas secara bersama-sama terhadap naik turunnya variabel tergantung
dihitung dengan koefisien determinasi (koefisien penentu), yaitu dengan
mengkuadratkan koefisien korelasi berganda (R2 ). Apabila dikalikan dengan 100% akan diperoleh
persentase sumbangan variabel bebas secara bersama-sama terhadap naik turunnya
variabel tergantung. Selanjutnya untuk mengetahui besarnya pengaruh
variabel-variabel lain diluar penelitian ini maka perlu dicari residunya yaitu
dengan cara:
E = 1 – R2
di
mana E =
residual
R = koefisien korelasi ganda
Teknik analisa Regresi digunakan untuk meramalkan pengaruh variabel
bebas terhadap variabel tergantung. Dengan kata lain analisa ini digunakan
untuk mengetahui besarnya perubahan variabel terikat apabila variabel bebas
berubah. Adapun
persamaan garis regresi secara umum adalah:
Y ´ = a + b1 X1 +
b2X2 + ... + bk X k
di
mana Y´
= Pembayaran Zakat.
a = konstanta
sisipan.
b1, ....., bk = koefisien regresi yang dihubungkan
dengan variabel bebas.

X1 = Tingkat Pendapatan.
X2 = Tingkat Keagamaan.
X3 = Tingkat Etos Kerja.
X4 = Tingkat Peran Pesantren.
Untuk menguji signifikansi garis
regresinya perlu dilakukan analisa variansi, adapun formulanya:

di
mana F reg =
harga untuk garis regresi
SS reg =
Regression Sum of Squares
SS res =
Residual Sum of Squares
k = jumlah variabel
bebas
Sumbangan relatif digunakan untuk
mengetahui besarnya dukungan prediktor secara simultan membentuk 100%, sedang
sumbangan efektif adalah untuk melihat sumbangan prediktor, baik secara
bersama-sama maupun sendiri-sendiri terhadap kriterium, besarnya sumbangan
mungkin sekali tidak 100%, karena ada prediktor lain yang tidak diajukan dalam
penelitian. Adapun formula yang digunakan:
SS reg =
b1∑x1y+ .... + bk ∑x ky
SR % X 1 = 

SE % X k
= SR % X k . R 2
Keterangan: SS reg = jumlah kuadrat regresi
SR %
X 1 = sumbangan relatif
untuk prediktor ke-1
SE %
X k = sumbangan efektif
untuk prediktor ke-k
Uji Keterandalan
Ramalan digunakan untuk
mengetahui kecermatan ramalan, diperoleh dengan membandingkan standar deviasi
(SDy) dengan Standard Error of Estimasi (SE est). Apabila
SDy > SE est dikatakan ramalan itu tepat. Formula yang
digunakan :
SDy =

SE est = 

Analisis dan Interpretasi
Tes reliabilitas dimaksudkan untuk
mengetahui sejauh mana alat ukur cukup dapat dipercaya/diandalkan untuk
digunakan sebagai pengumpul data. Dari
hasil tes yang dilakukan terhadap 90 responden dapat diketahui:(lihat
lampiran-lampiran)
1.
Pengujian terhadap variabel tingkat pendapatan
menunjukkan:
r11 = .8769 rt
(1%) = .561
Karena harga r11 menunjukkan lebih besar dari rt
maka dapat dikatakan instrumen tersebut cukup reliabel.
2.
Pengujian terhadap variabel tingkat keagamaan
diketahui:
r11 = .7055 rt
(1%) = .561
Karena r11 menunjukkan hasil
yang lebih besar dari rt maka dapat dikatakan bahwa instrumen
tersebut cukup reliabel.
3.
Pengujian terhadap variabel etos kerja diketahui:
r11 = .7575 rt
(1%) = .561
Maka disimpulkan bahwa alat ukur yang
digunakan cukup reliabel.
4.
Pengujian terhadap variabel pengaruh pesantren. Dapat diketahui:
r11 = .7675 rt
(1%) = .561
Disimpulkan bahwa alat ukur yang digunakan cukup reliabel.
5.
Pengujian terhadap variabel partisipasi menunjukkan:
r11 = .7884 rt
(1%) = .561
Inipun menunjukkan bahwa instrumen
tersebut cukup reliabel.
Analisis Deskripsi Variabel
Selanjutnya dalam bagian ini diuraikan
mengenai data primer dari masing-masing variabel, yang didasarkan atas jawaban
yang diberikan oleh responden yaitu masyarakat Prenggan atas
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam daftar pertanyaan seperti yang
terlampir. Dari sini kemudian akan diketahui mengenai:
1.
Nilai jawaban responden terendah dan tertinggi serta
jangkauannya.
2.
Frekuensi nilai terbanyak yang diberikan oleh
responden.
3.
Jenjang kategori dari masing-masing responden melalui
interval.
Dalam penelitian ini menggunakan 3
varian jawaban, yang kemudian dari jawaban yang diperoleh dari responden akan
dikategorikan dalam kategori: rendah, sedang dan tinggi.
Dari tabel dapat diketahui bahwa jawaban variabel
tingkat pendapatan (X1) responden yang berkategori
rendah menduduki posisi terbanyak yaitu 62,2% atau 56 responden, dan 17
responden berkategori sedang dan kategori tinggi.
Variabel
tingkat keagamaan (X2) responden yang berkategori tinggi
menduduki posisi terbanyak yaitu 87 responden atau 3 responden berkategori
sedang. Sedang yang berkategori rendah tidak ada.
Berdasarkan data pada tabel variabel
tingkat etos kerja
(X3) tampak bahwa 71
responden mempunyai kategori tinggi, 15 responden kategori sedang, dan 4
responden berkategori rendah. Dalam tabel tingkat peran pesantren (X4) tampak
bahwa 32 responden berkategori tinggi, 35 responden kategori sedang dan 23
responden kategori rendah.
Dari tabel tingkat pembayaran zakat (Y)
dapat diketahui bahwa responden mayoritas menjawab pada kategori sedang, yaitu
sebanyak 72,22%, 14 responden menjawab pada kategori rendah, dan 11 responden
menjawab pada kategori tinggi.
Analisis
Korelasi Ganda dipergunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara keempat
variabel bebas, yaitu variabel X1, X2, X3, dan X4 secara bersama-sama terhadap
variabel tergantung, yaitu variabel Y.
Diketahui dari perhitungan:
R =
.617a
F =
.13.055
Sig. F =
.000
Dari data tersebut
dapat diinterpretasikan bahwa koefisien korelasi ganda sebesar .617a
termasuk kategori soliditas sedang. Angka tersebut menunjukkan hubungan yang
signifikan pada taraf 0,0 % (sig. F). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
hubungan antara variabel X1, X2, X3, X4 dengan variabel Y adalah nyata.
Analisis koefisien determinasi digunakan untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh keempat variabel prediktor yaitu variabel
X1, X2, X3, X4 terhadap variabel Y.
Hasil komputasi menunjukkan bahwa: R2
(R Square) = .381
Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa besarnya pengaruh keempat
variabel prediktor tersebut terhadap variabel kriterium Y secara linier sebesar
38,1%
Selanjutnya untuk mengetahui besarnya
pengaruh variabel-variabel lain yang dimungkinkan dapat mempengaruhi variabel
Y. Maka perlu dicari residunya dengan cara:
E = 1
- R2
= 1
- .381
= 0, 619
Dari hasil perhitungan tersebut dapat
diketahui bahwa pembayaran zakat masyarakat Prenggan dipengaruhi oleh tingkat
pendapatan, tingkat keagamaan, tingkat etos kerja dan tingkat peran Pesantren
sebesar 38,1%, dan oleh variabel lain di luar variabel yang telah dibahas
sebesar 61,9 %
Teknik analisis koefisien regresi digunakan untuk membuat suatu
prediksi hubungan keempat variabel yaitu variabel X1, X2, X3, X4 terhadap
variabel Y dalam suatu keadaan yang berbeda.
Dari perhitungan diketahui:
Y=-8,822 +0,538
(X1)+0,602(X2)+0,524(X3)+0,372 (X4)
Dengan merujuk koefisien regresi,
interpretasinya: secara teori variabel Y akan sebesar -8,822, bila tidak ada
X1, X2, X3 dan X4. Koefisien untuk X1 sebesar 0,538, berarti jika X1 naik
“satu” satuan maka nilai variabel Y akan meningkat sebesar 0,538 dengan catatan
variabel lainnya konstan. Koefisien untuk X2 sebesar 0,602, berarti jika X2
naik “satu” satuan maka nilai variabel Y akan naik sebesar 0,602 dengan catatan
variabel lainnya konstan. Koefisien untuk X3 sebesar 0,524, berarti jika X3
naik “satu” satuan maka nilai variabel Y akan naik sebesar 0,524 dengan
anggapan variabel lainnya konstan. Koefisien untuk X4 sebesar 0,372, berarti
jika X4 naik “satu” satuan maka nilai variabel Y akan naik sebesar 0,372 dengan
catatan variabel lainnya konstan.
Hasil pengujian pada analisis data di
atas yaitu: Variabel zakat secara statistik negatif. Hal ini tidak sesuai
dengan hipotesa yang tanda parameternya positif. Hal ini karena masyarakat lebih mementingkan
kebutuhan primer dan sekunder yang saat ini semakin meningkat atau tinggi,
sehingga merasa berat untuk membayar zakat mal atau profesi. Masyarakat hanya
mampu membayar zakat fitrah. Variabel pendapatan secara statistik positif dan
hipotesanya positif. Hal ini berarti naiknya tingkat pendapatan masyarakat akan
meningkatkan pembayaran zakatnya.
Variabel tingkat keagamaan secara
statistik positif dan signifikan dengan hipotesis. Berarti dengan tingkat
keagamaan yang tinggi akan mendorong meningkatnya pembayaran zakat. Variabel
etos kerja secara statistik positif, signifikan dengan hipotesis. Meningkatnya
etos kerja mampu meningkatkan pembayaran zakat. Variabel peran pesantren secara
statistik positif dan signifikan dengan hipotesis. Tingginya peran pesantren
akan meningkatkan pembayaran zakat masyarakat disekitarnya.
Sumbangan relatif digunakan untuk
mengetahui besarnya dukungan prediktor secara simultan (100%), sedang sumbangan
efektif adalah untuk melihat sumbangan prediktor, baik secara bersama-sama
maupun sendiri-sendiri terhadap kriterium. (lihat lampiran)
Dari perhitungan diketahui:
a.
Sumbangan efektif variabel X1 terhadap variabel Y
sebesar 11,47%.
b.
Sumbangan variabel X2 terhadap variabel Y sebesar
7,43%.
c.
Sumbangan variabel X3 terhadap variabel Y sebesar
10,79%.
d.
Sumbangan variabel X4 terhadap variabel Y sebesar
8,37%.
Dari keempat variabel tersebut, yang
paling besar pengaruhnya terhadap variabel Y adalah variabel X1, sedang yang
terkecil sumbangan efektifnya adalah variabel X2 sebesar 7,4%.
Analisa uji kecermatan
digunakan untuk mengetahui ketelitian dari prediksi dalam persamaan garis
regresi. Dalam hal ini adalah uji kecermatan dari prediksi variabel X1, X2, X3,
X4 terhadap variabel Y.
Dari perhitungan diketahui:
SE est = 3,44
SD y =
4,28
Dari angka-angka tersebut
dapat dikatakan bahwa SE est (3,44) <
SD y (4,28), sehingga ramalannya tepat.
Berpedoman dari perhitungan statistik
yang telah dipaparkan pada bagian terdahulu, maka selanjutnya dapat diambil
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
Dari semua variabel yang diprediksikan
dalam hipotesis mempunyai hubungan dengan variabel X1, X2, X3, X4. Keempat variabel
ini secara langsung dan tidak langsung saling berpengaruh dengan variabel Y.
Atas dasar analisis koefisien regresi, terbukti variabel yang secara langsung
mempengaruhi variabel pembayaran zakat adalah variabel tingkat keagamaan.
Dari analisa koefisien determinasi,
semua variabel secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan pada taraf
0,0 %, yang berarti bahwa korelasi
antara semua variabel prediktor secara signifikan mempengaruhi variabel
tergantung. Dengan koefisien korelasi sebesar 617 yang termasuk dalam soliditas
sedang. Untuk koefisien determinan sebesar
.381 yang berarti naik turunnya variabel tergantung dipengaruhi oleh
variabel bebas sebesar .381. Dari keempat
variabel pengaruh (X1, X2, X3 dan X4) maka sumbangan efektif yang paling besar
adalah variabel pendapatan sebesar
11,47%.
Dalam kaitannya dengan hipotesa
penelitian sebagai suatu prediksi, ternyata setelah dilihat dari hasil
perhitungan, hal ini ditunjukkan bahwa standar deviasi variabel tergantung
(Sdy) lebih ….. dari standard of estimate (SEest). Untuk prediksi keempat
variabel (X1, X2, X3, X4) pengaruh terhadap variabel terpengaruh diketahui Sdy=
… lebih besar dari SE est=3,44.
Pembahasan
Setelah melalui proses penelitian dan
perhitungan secara statistik, maka akan dibahas mengenai kesesuaian antara
kerangka dasar teori dengan kenyataan yang didapat dilapangan, khususnya
variabel-variabel yang sengaja dimunculkan dalam penelitian ini.
Bertolak dari suatu kenyataan yang
berhasil diungkap dalam penelitian ini, memperlihatkan seperti dapat dilihat
pada tabel IV.7 bahwa tingkat pembayaran zakat di kelurahan Prenggan dari
sebanyak 90 sampel yang diambil 49 responden atau 54,44 % termasuk dalam
kategori tinggi. Angka tersebut jika dikaitkan dengan kondisi masyarakat
Prenggan yang umumnya adalah sebagai perajin/pedagang, ternyata dengan tingkat
pendapatan yang termasuk kategori rendah, 62,2 % atau 56 responden, masyarakat
Prenggan dengan ikhlas membayar zakat. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat
Prenggan amat mematuhi kewajiban agama, walaupun jenis zakat yang dibayarkan
sebatas zakat fitrah dan sedikit mal.
Disisi lain, adanya tuntutan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya yang tidak terbatas pada kebutuhan yang sifatnya
materi saja, akan tetapi juga kebutuhan yang sifatnya non materiil seperti
pemenuhan terhadap tuntutan sosial keagamaannya, seperti untuk membayar zakat,
infak dan sodaqoh. Kesadaran akan tanggung jawab terhadap diri, keluarga dan
masyarakat akan sangat mempengaruhi etos kerja dalam dirinya. Oleh karena itu
apabila hal ini sudah tertanam dalam diri seseorang maka bekerja bukan
merupakan suatu beban yang memberatkan akan tetapi merupakan suatu aktivitas
yang menyenangkan. Hal ini sejalan dengan proposisi nilai yang dikemukakan
Homan, ”semakin tinggi nilai sesuatu, makin senang seseorang melakukan tindakan
tersebut” (Paloma, 1987:63).
Seseorang yang menjalankan suatu
tindakan tertentu, sebenarnya tidak hanya merupakan fungsi biaya yang aktual
dan imbalan yang ditukarkan, tetapi karena proses dimana hasil tertentu
dibandingkan dengan hasil yang diharapkan/hasil lainnya (Johnson, 1987 B:73).
Sehingga tidak heran jika para perajin tetap mampu mempertahankan usahanya
walaupun reward atau hasilnya tidak begitu mampu mencukupi kebutuhan hidupnya
karena memang tidak ada alternatif lain yang lebih menguntungkan. Hal ini
sebenarnya sejalan dengan salah satu proposisi teori pertukaran, ”semakin
sering suatu tindakan tertentu memperoleh ganjaran, maka kian kerap ia akan
mengulangi tindakan itu”.
Hasil penelitian secara statistik
memperlihatkan bahwa keempat variabel prediktor secara simultan memiliki
hubungan dengan variabel tergantung. Untuk masing-masing variabel memiliki
sumbangan efektif yang tidak sama besarnya atau lihat lampiran. Sumbangan
efektif terbesar adalah tingkat pendapatan sebesar 11,47%, variabel tingkat
etos kerja sebesar 10,79%, variabel tingkat peran pesantren sebesar 8,37% dan
yang paling sedikit sumbangannya adalah variabel tingkat keagamaan, yaitu
sebesar 7,43%.
Sebagai penyumbang terbesar pada
variabel pembayaran zakat adalah variabel tingkat pendapatan, sehingga variabel
ini memiliki peranan yang sangat penting, yaitu mempunyai kedudukan sebagai
variabel antara dalam pola hubungan antara variabel bebas lainnya dengan
variabel tergantung. Dengan demikian terbukti bahwa dari semua variabel bebas
yang digunakan dalam penelitian ini hanya variabel X1 saja yang memiliki
hubungan langsung dengan variabel tergantung (Y).
Dengan demikian variabel tingkat
keagamaan dalam hubungannya dengan pembayaran zakat merupakan hubungan yang
tidak langsung akan tetapi harus melalui variabel pendapatan, hal ini dapat
diketahui setelah diadakan pengontrolan oleh variabel X1. Dengan semakin
tingginya tingkat keagamaan, setidaknya akan menumbuhkan kesadaran terhadap
diri, keluarga dan masyarakat untuk lebih giat bekerja memperoleh pendapatan yang lebih baik. Dengan
pendapatan yang baik, maka segala kebutuhan hidup akan tercukupi, termasuk
kebutuhan untuk hidup sosial keagamaan.
Melalui analisis korelasi ganda
menunjukkan bahwa keempat variabel dalam penelitian ini secara simultan
memiliki hubungan yang signifikan dengan variabel pembayaran zakat dengan
koefisien korelasi sebesar 0,619, termasuk dalam kategori hubungan sedang.
Dengan demikian hipotesa yang telah dirumuskan:
Semakin
tinggi tingkat pendapatan seseorang dibarengi semakin tinggi tingkat kegamaan
serta etos kerja dan peran pesantren, maka akan semakin tinggi pula pembayaran
zakat masyarakat.
Dari keempat variabel yang diambil
dalam penelitian ini ternyata belum mampu mengungkap secara utuh 100% mengenai
fenomena pembayaran zakat masyarakat Prenggan. Kemungkinan faktor lain yang
mempengarhi pembayaran zakat masyarakat Prenggan antara lain:
1.
Kondisi lingkungan masyarakat yang kebanyakan
berpenghasilan rendah (kurang dari batas nishab/85 gram emas) dan berpendidikan
rendah-menengah akan sangat mempengaruhi pembayaran zakatnya
2.
Kurangnya kepercayaan masyarakat pada para amil
zakat. Sehingga masyarakat ragu-ragu dengan kinerja para amil yang kurang
profesional dan kurang terbuka.
3.
Atau kemungkinan
adanya ketidakjujuran responden dalam memberikan jawaban, atau faktor lain
diluar jangkauan peneliti.
Kesimpulan
Setelah melalui proses penelitian dan
analisis data selanjutnya dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.
Dengan merujuk pada vareiabel X1, X2, X3, dan X4
ternyata secara simultan mempunyai hubungan yang signifikan dengan variabel
pembayaran zakat. Adapun koefisien korelasinya sebesar 0,619 dengan demikian
hipotesa telah terbukti kebenarannya. Dari keempat variabel bebas tersebut ternyata
variabel pendapatan memiliki hubungan langsung dan paling berpengaruh terhadap
variabel pembayaran zakat, yaitu memiliki sumbangan efektif sebesar 11,47%.
Sedang variabel lain memberi sumbangan tidak langsung dengan variabel Y, yaitu
harus melalui variabel X1 sebagai variabel antara.
2.
Bagi masyarakat menengah kebawah dengan pendapatan
yang hanya pas-pasan untuk memenuhi kebutuhan hidup, nampaknya membayar zakat
merupakan beban tambahan. Seharusnya zakat yang mempunyai fungsi sosial yang
sangat besar, antara lain dapat merupakan modal, mengurangi masalah kemiskinan,
memeratakan pendapatan, dapat membantu meringankan kehidupan seseorang,
sehingga dapat bekerja dan beribadah
dengan tenang.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Taufik (ed).
1993. Agama, Etos Kerja dan Perkembangan Ekonomi.
Jakarta: LP3ES.
-------, (dkk). 1999. Membangun Masyarakat Madani,
Menuju Indonesia Baru Milenium Ketiga. Yogyakarta:Aditya Media.
Abdurahman, D.
1995. "Interaksi Sosial Keagamaan Pondok Pesantren Wahid Hasyim dan
Masyarakat Desa Condong Catur, Depok, Sleman". Dalam Jurnal Penelitian Agama, nomor 9, hal. 8-17.Yogyakarta.
Adnan,
M. Akhyar. 2002. "Upaya Mengembangkan Instrumen Zakat-Infaq-Shadaqoh dan
Wakaf untuk Perekonomian Umat". Dalam Simposium
Nasional I Sistem Ekonomi Islami 13-14 Maret 2002. Yogyakarta. P3EI FE-UII.
Ahmad, Khursid. 1981. Studies
in Islamic Economics. Leicester ,U.K. :Robert MacLehose &Co.,Ltd.
Al
Munawar , Said Agil Husin. 2001.
"Wajib Pajak Dapat Keringanan 2,5 Persen" Dalam KOMPAS, Kamis, 22
November 2001. Jakarta.
Arikunto, Suharsimi. 1990. Manajemen Penelitian.
Jakarta: Rineka Cipta.
Arkin, Hubert J. 1957. Tables for
Statitiscans. New
York :Barenes Nable Inc.
Blalock,
Hurbert, M. Jr. 1960. Social
Statistic. New York :
J.r. McGraw Hill Book Company, Inc.
Galba, Sindu. 1991. Pesantren Sebagai Wadah Komunikasi. Jakarta:Rineka Cipta.
Gunadi. 2002. "Implementasi UU No. 38 Th. 1999:
Zakat Sebagai Pengurang Pajak Penghasilan." Dalam Seminar Nasional Zakat dan Pajak. 28 April 2002, Yogyakarta: DSUQ.
Hafidhuddin, Didin. 1998 Panduan Praktis tentang Zakat,
Infak, Sedekah. Jakarta :Gema
Insani.
Hamidullah,
Muhammad. 1959. Introduction to Islam. Paris :
New Enlarged Edition, Publication of Centre Culture Islamique.
Huda,
Machval. 1993. Etos Kerja, Kebijaksanaan Pembinaan dan Perkembangan Usaha Industri
Kecil. Tesis Pasca Sarjana PS Ilmu Administrasi Negara UGM, Yogyakarta .
Johnson,
Doily Paul. 1986. Teori
Sosiologi Klasik dan Modern.
Jilid I dan II. Terjemahan: Robert M.Z. Lawang. Jakarta :PT
Gramedia.
Kahf,
Monzer. 1999. "The Principle of Socioeconomic Justice in the Contemporary
Fiqh of Zakat". Dalam IQTISAD
Journal of Islamic Economics. Vol. I, No. 1, Muharram 1420 H/April 1999.
Kerlinger, Fred
N dan Elazar J. Pedhazur. 1973. Multiple Regression Research.
New York :
Holt, Rinehart and Winston, Inc.
Levin,
Jack. 1977. Elementary Statistics in Social Research. New York : Harper and Row Publisher Inc.
Luth,
Thohir. 2001. Antara Perut dan Etos Kerja, dalam Perspektif Islam. Jakarta :Gema
Insani Press.
Ma’ruf,
Ade dan Zulfan Heri. 1995. Muhammadiyah dan Pemberdayaan Rakyat.
Yogyakarta :Pustaka Pelajar.
Magnis,
Franz V. 1978. "Menuju Etos Pekerjaan Yang Bagaimana", dalam Prisma
No. 11 Desember 1978, Jakarta :
LP3ES.
Mannan,
M. Abdul. 1997. Islamic Economics, Theory and Practice. Terj. M.
Nastangin. Yogyakarta : PT Dana Bhakti Wakaf.
Mubyarto, dkk. 1993. Etos Kerja dan Kohesi Sosial.
Yogyakarta:Aditya Media.
Nahdi, M.S. 1994. "Peranan Pesantren Dalam
Melestarikan Fungsi Lingkungan dan Peningkatan Kepedulian Masyarakat (Studi
Kasus di P.P. Pabelan)". Dalam Jurnal
Penelitian Agama, nomor 7, hal. 37-47. Yogyakarta.
Nakamura, Mitsuo. 1983. Bulan Sabit Muncul Dari Balik
Pohon Beringin. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Nasikun. 1988. Prospek Ketahanan Swasembada Beras tahun
1987. Dalam Mubyarto (ed). Prospek pedesaan 1987.
Yogyakarta:P3PK-UGM.
Nata, Abuddin. 1998. Metodologi Studi Islam.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Qardhawi, Yusuf. 1991. Kiat Islam Mengentaskan
Kemiskinan. Jakarta: Gema Insani Press.
Rifa’i, Afif. 1998. "Etos Kerja Pengrajin Perak
Kotagede Yogyakarta". Dalam Jurnal
Penelitian Agama, nomor 18, hal 1-16. Yogyakarta.
Saefuddin,
Ahmad Muflih. 1998. Filsafat, Nilai dasar, Nilai instrumental dan Fungsionalisasi konsep
Ekonomi Islam. Dalam Adi Sasono dkk. Solusi Islam atas Problematika
Umat. Hlm. 29-58. Jakarta: Gema Insani Press.
Sasono, Adi, dkk. 1998. Solusi Islam atas Problematika
Umat. Jakarta: Gema Insani.
Segaf Al Jufri, Habib Salim. 2002.
"Implementasi UU No. 38 Th. 1999 Dalam Perspektif Syari'ah." Dalam Seminar Zakat dan Pajak. Yogyakarta, 28 April
2002. Diselenggarakan oleh DSUQ.
Sobary, Mohammad. 1997. Kesalehan, Etos Kerja, dan
Tingkah Laku Ekonomi. Dalam Sofian Effendi (et.al), Membangun
Martabat Manusia. Yogyakarta:
Gama University Press.
Sodik, Muhammad. 1998. "Etos Kerja dan Dinamika
Ekonomi Umat". Dalam Jurnal Penelitian Agama, nomor 19,
hal 1-18. Yogyakarta.
Sriyana, Jaka . 2001. "Zakat dan Pajak".
Dalam kolom Analisis Kedaulatan Rakyat,
3 Desember 2001. Yogyakarta.
Sugiyono, S. 1993. "Etos Kerja Wanita Bakul di
Kotamadya Yogyakarta dan Kabupaten Sleman". Dalam Jurnal Penelitian Agama, nomor 3, hal. 36-47. Yogyakarta.
Sumodiningrat, Gunawan. 1995. Pemihakan dan
Pemberdayaan dalam Pembangunan Daerah. Dalam Anggito Abimanyu (ed) Pembangunan
Ekonomi dan Pemberdayaan Rakyat. Yogyakarta: BPFE-UGM.
Susilaningsih. 1997. "Dinamika Kelompok
Keagamaan Sebagai Pendorong Usaha Peningkatan Kesejahteraan Ekonomi
Keluarga". Dalam Jurnal Penelitian Agama, nomor 17
hal. 23-36. Yogyakarta.
Swasono, Sri-Edi, dkk. 1987. Sekitar Kemiskinan dan Keadilan. Jakarta: Penerbit UI.
Syafei, Ermi Suhasti. 1999.
"Pelaksanaan Zakat di Masjid-masjid Pikgondang-Condong Catur
Sleman-DIY". Dalam laporan penelitian Mandiri.
----------. 2002. "Optimalisasi Potensi
Zakat." Dalam Simposium Nasional I
Sistem Ekonomi Islami. 13-14 Maret di Yogyakarta: P3EI FE-UII.
Wahjoetomo. 1997. Perguruan Tinggi Pesantren:
Pendidikan Alternatif Masa Depan. Jakarta :
Gema Insani Press.
Weber,
Max. The
Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism. Diterjemahkan oleh Talcott
Parsons. New York :
Charles Scribner’s Sons, 1958.
Webster's
New World Dictionary of The American Language, 1980.
Zamroni. 1992. Pengantar Pengembangan Ilmu Sosial. Yogyakarta :Tiara
Wacana.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Kuesioner
I.
Data Responden
1.
Jenis Kelamin : a.
Laki-laki
b. Perempuan
2.
Umur : a. < 30
b. 31-40
c.
41-50
d.
51-60
e. >
61
3.
Pendidikan Tertinggi : a.
SD
b.
SMP/SMA
c.
Akademi/D3
d. S1
e.
S2/S3
4.
Pekerjaan Pokok : a. PNS
b. Peg. Swasta
c.
Wiraswasta/pedagang
d. Perajin Perak/Buruh
e. Pensiun/tidak kerja
5.
Pekerjaan Sambilan : a.
Kost-kostan
b. Konveksi/catering
c. Membuka warung
d.
bengkel
e. tidak ada
II.
Data Pendapatan
6. Berapa besarnya pendapatan rata-rata Bapak/Ibu perbulan?
a. Kurang dari
Rp. 1.000.000
b. Rp. 1.001.000 s/d Rp.2.000.000,-
c. Lebih dari
Rp. 2. 001.000,-
7. Berapa besarnya pengeluaran rata-rata Bapak/Ibu
perbulan?
a.
Kurang dari Rp. 1.000.000
b. Rp. 1.001.000 s/d Rp. 2.000.000,-
c. Lebih dari
Rp.2.002.000,-
8. Adakah hasil dari pekerjaan Bapak/Ibu yang ditabung?
a.
selalu ada
b.
kadang-kadang ada
c.
tidak ada.
9.
Jika jawaban no 8 ada/ kadang-kadang
ada, bagaimana caranya?
a.
ditabung di Bank
b. digunakan
untuk modal/ disimpan di rumah
c.
tidak ada yang ditabung
III.
Data Zakat
10. Apakah
zakat itu penting?
a.
sangat penting
b. biasa saja
c. tidak
11. Jika
no. 10 menjawab a. (sangat penting),
apakah alasannya?
a.
membersihkan harta
b.
menjalankan perintah agama, wajib
c.
membantu fakir miskin
12. Apakah Bp/Ibu mengeluarkan zakat?
a. ya
b.
kadang-kadang
c. tidak
13. Sudah
berapa tahun Bp/Ibu membayar zakat?
a. belum pernah membayar zakat
b. Kurang dari 10 tahun
c.
Lebih dari 10 tahun
14. Jenis
zakat yang dibayar
a. zakat mal
atau zakat profesi
b. zakat fitrah
c. belum membayar zakat
15. Kemana
Bp/Ibu menyalurkan zakat?
a.
fakir miskin/Masjid/Muhammadiyah
b.
pondok pesantren
c.
belum menyalurkan zakat
16. Mengapa
Bp/Ibu memilih menyalurkan zakat ke ... (no.15)
a. fakir miskin yang paling pantas/ praktis, dekat
dan kebiasaan
b. pesantren lebih tahu operasional zakat
c. belum menyalurkan zakat
17. Apakah masyarakat di sini telah mengeluarkan zakat
dengan baik?
a.
ya, bagi yang mampu.
b.
sedang-sedang
c.
belum
18. Apakah
Bp/Ibu pernah minta petunjuk tentang zakat kepada Kiai/Ustad/Santri di
pesantren?
a.
ya, sering
b.
kadang-kadang
c.
belum pernah
19. Apakah
Bp/Ibu setuju, jika pesantren di sekitar sini mengelola operasional zakat
masyarakat di sekitarnya?
a.
sangat setuju
b. setuju, asal
jujur dan terbuka operasionalnya .
c.
tidak
20. Jika
jawaban no. 19 (ya/tidak) apa alasannya?
a.
Pesantren lebih tahu bagaimana
pengelolaan Zakat yang baik
b. mau bekerjasama dengan Muhammadiyah/Masjid.
c. Sudah ada yang mengurusi: Masjid, Muhammadiyah, dan
Pesantren kurang dipercaya/kurang memasyarakat bagi masyarakat.
IV. Data
Keagamaan
Apakah
Bp/Ibu selalu : ya
kadang-kadang tidak
21. menjalankan
sholat 5 waktu ..... .......
.....
22. menjalankan
sholat sunat ...... ...... .....
23. berdoa
atau dzikir ...... ..... ....
24. puasa
dalam bulan Romadhon ..... ....... .....
25.
membaca Al Qur'an (mengaji) ..... ...... .....
26.
menjadi anggota organisasi
keagamaan ..... ...... .....
27.
merasa tenang dalam hidup ..... ....... .....
28.
memberi infaq/shodaqoh ..... ...... .....
29. Dimanakah Bp/Ibu menyekolahkan anak-anak?
a.
sekolah agama
b.
sekolah umum
c.
lain-lain ........
V.
Data Etos Kerja
30.
Menurut Bp/Ibu apakah kerja itu penting?
a. sangat penting
b. biasa saja
c.
tidak
31.
Apa faktor
utama yang mendorong Bp/Ibu untuk bekerja?
a.
untuk mencukupi kebutuhan hidup dan
sebagai sarana ibadah
b.
mempersiapkan masa depan
c.
sebagai kebutuhan jasmani/mencari
kesibukan
32. Berapa lama Bp/Ibu bekerja dalam sehari?
a.
kurang dari 8 jam
b.
8 jam
c.
lebih dari 8 jam
33.
Apakah Bp/Ibu selalu memulai jam kerja
tepat waktu, sesuai dengan jadwal kerja yang telah ditetapkan?
a.
ya
b.
kadang-kadang
c.
tidak
34. Apakah
Bp/Ibu berkeinginan untuk terus menekuni pekerjaan saat ini?
a.
ya
b.
tidak
c.
tidak tahu
35. Jika
jawaban no. 34 (ya, tidak, tidak tahu)
apa alasannya?
a. sesuai dengan profesi/senang dengan lingkungan dan
tidak ada keahlian lain
b. disesuaikan dengan situasi dan kondisi, kemampuan,
pengalaman
c. jika ada pekerjaan yang lebih baik akan pindah
36. Sudah berapa lama Bp/Ibu menekuni pekerjaan yang
terakhir (saat ini)
a.
Kurang dari 5 tahun
b.
6 sampai 10 tahun
c.
Lebih dari 11 tahun
37. Menurut
Bp/Ibu, apakah masyarakat disini mempunyai etos
kerja (kerja keras, disiplin, tekun, hemat, selalu ingin maju) yang tinggi?
a.
ya
b.
biasa saja
c. tidak
VI.
Data Pesantren
38. Menurut
Bp/Ibu, apakah Kiai, Ustad dan Santri disini mempunyai etos kerja yang tinggi?
a.
ya
b.
biasa saja
c.
tidak
39. Apakah
Bp/Ibu pernah minta petunjuk/nasehat kepada Kiai,Ustad/Santri?
a.
ya, sering
b.
sesekali ( baru satu kali)
c.
tidak
40. Jika
pernah , hal apa saja yang Bp/Ibu
mintakan :
a.
tentang Ibadah,
b.
masalah keluarga, pekerjaan, ekonomi
c.
belum pernah minta minta nasehat.
41. Pernahkan Bp/Ibu berkunjung ke Pesantren?
a.
sering
b.
baru sekali
c.
belum
42. Jika
no. 41 (sering, baru sekali) , yaitu pada waktu (dapat lebih dari satu jawaban)
a.
acara
pengajian/ peringatan hari besar/sarasehan di pesantren.
b.
arisan, pertemuan warga Rt/Rw di pesantren.
c.
belum pernah ke pesantren.
43. Jika
jawaban no 41. (belum), apa alasannya?
a.
belum ada cukup waktu/sibuk
b.
Pesantren
kurang komunikasi/ bersosialisasi dengan masyarakat
c.
sudah pernah ke pesantren
44.
Menurut Bp/Ibu, bagaimana hubungan antara Pondok Pesantren dengan warga
masyarakat dan pamong desa/dusun di daerah ini?
a. baik
b. biasa
c. kurang baik
Regression





Reliability
R E L I A B I L I T Y A N A L Y S I S - S C
A L E (A L P H A)
Item-total
Statistics
Scale Scale Corrected
Mean Variance Item- Alpha
if Item if Item Total if Item
Deleted Deleted Correlation Deleted
PENDPT6 4.8444 3.7958 .7437 .8388
PENDPT7 4.9444 4.3452
.6942 .8607
PENDPT8 4.8000 3.9596 .7729 .8295
PENDPT9 4.6111 3.3639 .7627 .8379
Reliability
Coefficients
N of
Cases = 90.0 N of Items = 4
Alpha
= .8769
Reliability
R E L I A B I L I T Y A N A L Y S I S - S C
A L E (A L P H A)
Item-total
Statistics
Scale Scale Corrected
Mean Variance Item- Alpha
if Item
if Item Total if Item
Deleted Deleted Correlation Deleted
ZAKAT10 23.1778 16.8894 .4238 .7790
ZAKAT11 23.9111 15.5650 .3506 .7836
ZAKAT12 23.4111 15.6381 .4899 .7680
ZAKAT13 23.3556 15.8272 .5051 .7679
ZAKAT14 23.7778 16.4894 .3571 .7806
ZAKAT15 23.2000 15.9371 .5438 .7664
ZAKAT16 23.3444 15.9587 .4541 .7720
ZAKAT17 23.4444 16.4295 .3244 .7835
ZAKAT18 24.3000 15.0438 .3414 .7899
ZAKAT19 24.2000 13.0382 .6296
.7473
ZAKAT20 24.1000 12.9899 .6417 .7452
Reliability
Coefficients
N of
Cases = 90.0 N of Items = 11
Alpha
= .7884
Reliability
R E L I A B I L I T Y A N A L Y S I S - S C A
L E (A L P H A)
Item-total
Statistics
Scale Scale Corrected
Mean Variance Item- Alpha
if Item if Item Total if Item
Deleted Deleted
Correlation Deleted
KEAGA.21 22.6111 2.4650 .4389 .6713
KEAGA.22
22.5444 2.6553 .4826 .6799
KEAGA.23
22.5333 2.6787 .5589 .6795
KEAGA.24
22.5778 2.5613 .4329 .6765
KEAGA.25
22.5444 2.6328 .5230 .6760
KEAGA.26
22.5556 2.6092 .4774 .6763
KEAGA.27 22.7111 2.2527 .4151 .6742
KEAGA.28 23.0222 1.9546 .4122 .6952
KEAGA.29 22.9889 2.1010 .3629 .7018
Reliability
Coefficients
N of
Cases = 90.0 N of Items = 9
Alpha
= .7055
Reliability
R E L I A B I L I T Y A N A L Y S I S - S C
A L E (A L P H A)
Item-total
Statistics
Scale Scale Corrected
Mean Variance Item- Alpha
if Item if Item Total if Item
Deleted Deleted Correlation Deleted
ETOS.30 18.3000 7.3809 .3557 .7503
ETOS.31
17.5444 7.1722 .4611 .7391
ETOS.32
18.0222 6.6287 .3810 .7454
ETOS.33
17.9111 6.1943 .4326 .7384
ETOS.34
17.7667 5.5742 .6295 .6944
ETOS.35
17.7111 5.9156 .6182 .6996
ETOS.36 17.8000 6.7461 .3674 .7471
ETOS.37 17.9778 6.0894 .4682 .7308
Reliability
Coefficients
N of
Cases = 90.0 N of Items = 8
Alpha
= .7575
Reliability
R E L
I A B I L I T Y A N A L Y S I S - S C
A L E (A L P H A)
Item-total
Statistics
Scale Scale Corrected
Mean Variance Item- Alpha
if Item if Item Total if Item
Deleted Deleted Correlation Deleted
PESANT38 12.4778 11.4883 .4159 .7531
PESANT39 12.3667 9.5831 .6731 .6940
PESANT40 12.3444 9.7115 .6474 .7006
PESANT41 12.3333 11.5281 .4304 .7500
PESANT42 12.1333 10.6337 .5001 .7365
PESANT43 12.6778 12.1085 .3676 .7609
PESANT44 11.8667 12.4315 .3682 .7606
Reliability
Coefficients
N of
Cases = 90.0 N of Items = 7
Alpha
= .7675
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.