27 Agustus 2009
Urgensi Pengelolaan Zakat Oleh Negara
Dalam ajaran Islam, zakat merupakan ibadah
yang sangat fundamental dan berkaitan erat dengan aspek-aspek ketuhanan maupun
sosial ekonomi. Sesuai ketentuan Islam, zakat dikenakan atas tiap-tiap jiwa manusia
yang hidup (zakat fitrah), dan atas harta-harta yang memenuhi syarat (zakat
maal). Zakat-zakat yang dikumpulkan selanjutnya didistribusikan kepada kaum
fakir, miskin, amil zakat, muallaf, budak belian, gharimin, pejuang fi
sabilillah, dan ibnu sabil.
Potensi Zakat sebagai instrumen pengentasan
kemiskinan telah lama mendapatkan perhatian serius dalam berbagai literatur
Ekonomi Islam. Namun masih sedikit ruang lingkup yang mengkaji peran negara
dalam pengelolaan zakat. Isu ini baru berkembang dalam beberapa tahun
belakangan ini.
Menurut Usher, ada empat motif yang
mendasari orang kaya untuk membagi porsi dari pendapatan atau kekayaan mereka
dengan orang miskin, yaitu: altruisme, perlindungan diri, mencegah
kriminalitas, dan menjaga masyarakat liberal. Motif-motif ini dalam ilmu
ekonomi sering dikategorikan termasuk sebagai aktivitas mengkonsumsi barang
yang mempunyai karakteristik sebagai barang publik.
Dalam Islam, altruisme merupakan alasan
utama untuk melakukan tindakan charity, yang merupakan wujud kepatuhan kepada
perintah Allah. Hal ini dilakukan dengan membayar zakat yang diberikan untuk
golongan miskin. Seorang muslim sejati akan mendapatkan kepuasan ketika mampu
meningkatkan kesejahteraan kelompok miskin. Pencapaian ini utamanya didorong
oleh semangat persaudaraan dan kemanusiaan.
Mannan (1997), menyebut zakat se¬bagai
aktivitas ekonomis-religius dengan lima unsur penting. Pertama, unsur
keper¬cayaan keagamaan, dalam arti bahwa seo¬rang muslim yang membayar zakat
meyakini tindakannya itu sebagai manifestasi keimanan dan ketaatan. Kedua,
unsur pemerataan dan keadilan, yang menunjuk¬kan tujuan zakat sebagai media
redistribusi kekayaan. Ketiga, unsur kematangan dan produktivitas, yang
menekankan waktu pembayaran sampai lewat satu tahun –ukuran normal bagi manusia
untuk men¬gusahakan penghasilan. Keempat, unsur kebebasan dan nalar, dalam arti
bahwa ke¬wajiban zakat hanya berlaku bagi manusia yang sehat jasmani dan
rohani, yang merasa bertanggung jawab untuk membayarkannya demi kepentingan
diri dan umat. Kelima, unsur etik dan kewajaran, yang mengandung pengertian
bahwa zakat ditarik secara wajar sesuai kemampuan, tanpa meninggalkan beban
yang justru menyulitkan si pembayar zakat.
Rasulullah menyatakan bahwa kemiskinan
dapat menjerumuskan manusia menuju kekufuran. Pada konteks modern ini,
kekufuran sebagai dampak kemiskinan dapat diperluas artinya meliputi kejahatan,
penganiayaan anak, pornografi, prostitusi, dll. Dengan demikian menjadi sangat
beralasan bagi negara untuk turut campur tangan dalam pengelolaan zakat.
Spesifikasi nisab dan objek pengenaan zakat
sudah seharusnya menjadi salah satu proses program pengentasan kemiskinan dalam
Islam. Program ini akan berperan secara signifkan jika dioperasikan dengan
mekanisme administrasi yang tepat. Sekaligus membuktikan adanya sebuah
mekanisme gradual yang kuat dibandingkan sebagai kepentingan politik yang
instan semata.
Argumen tentang pentingnya peran negara
dalam pengelolaan zakat harus mencakup rasional ekonomi yang dilengkapi dengan
alasan non-ekonomi. Sekarang ini dibutuhkan fondasi mikro ekonomi untuk
memperkuat pendekatan agama (fiqih) dalam hal menumbuhkan kepercayaan bahwa
pengelolaan zakat oleh negara dilakukan secara bertanggung jawab.
Beberapa bukti empiris menunjukkan bahwa
kritik terhadap kecilnya potensi dana zakat adalah tidak tepat. Bahkan data
tahun 1990-an menunjukkan bahwa tranfer pendapatan untuk orang miskin di negara
AS setara dengan 2,5% pendapatan nasional mereka. Oleh karena itu, diperlukan
pemetaan kembali hubungan mekanisme yang lebih transparan antara sistem
politik, ekonomi, dan keuangan.
Zakat mempunyai arti yang sangat penting
dalam ajaran Islam sehingga harus ditunaikan setiap muslim. Pemerintah
berkewajiban mendorong dan memfasilitasi kaum muslimin sedemikian rupa sehingga
perintah-perintah keagamaan –termasuk zakat, dapat dilaksanakan.
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.