PEDOMAN AKUNTANSI ORGANISASI PENGELOLA ZAKAT
A. LATAR BELAKANG
Tujuan laporan keuangan organisasi pengelola zakat (OPZ)
adalah untuk menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja,
dan perubahan posisi keuangan aktivitas pengumpulan dan penyaluran zakat yang
bermanfaat dalam pengambilan keputusan.
Suatu laporan keuangan bermanfaat apabila informasi yang
disajikan dalam laporan keuangan tersebut dapat dipahami, relevan, andal, dan
dapat diperbandingkan. Akan tetapi, perlu disadari pula bahwa laporan keuangan
tidak menyediakan semua informasi yang mungkin dibutuhkan oleh pihak-pihak yang
berkepentingan dengan OPZ karena secara umum laporan keuangan hanya
menggambarkan pengaruh keuangan dari kejadian masa lalu dan tidak diwajibkan
untuk menyediakan informasi non keuangan. Walaupun demikian, dalam beberapa hal
OPZ perlu menyediakan informasi yang mempunyai pengaruh keuangan masa depan.
OPZ memiliki tugas pokok:
1. Mengumpulkan;
OPZ bertugas mengumpulkan zakat dari muzakki dengan akad
muthlaq dan atau muqoyyad.
Selain zakat, OPZ dapat mengumpulkan infaq, shadaqah, hibah,
wasiat, waris, dan kafarat dengan akad muthlaq dan atau muqoyyad.
Dana yang dikumpulkan dikelompokkan berdasarkan persamaan
karakternya.
2. Mendistribusikan;
OPZ bertugas mendistribusikan dana yang berhasil dikumpulkan
kepada mustahiq dengan akad penyerahan muthlaq.
3. Mendayagunakan;
OPZ bertugas mendayagunakan dana yang berhasil dikumpulkan
kepada mustahiq dengan akad penyerahan muthlaq dan atau muqoyyad.
Pendayagunaan dilakukan melalui berbagai program/kegiatan
yang produktif dan berkesinambungan.
B. KARAKTERISTIK OPZ
1. Prinsip Syari’ah Islam dalam peredaran harta dan
pendapatan menekankan pada keadilan antar individu dalam masyarakat. Salah satu
cara untuk mewujudkan keadilan tersebut adalah adanya kewajiban zakat. Zakat
merupakan harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang
dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada
yang berhak menerimanya.
Zakat merupakan satu-satunya rukun Islam yang berdimensi
sosial langsung. Penunaian zakat oleh orang yang wajib menunaikannya (muzakki)
tidak akan sah apabila tidak melibatkan orang yang berhak menerima zakat
(mustahiq).
Zakat juga merupakan satu-satunya ibadah yang petugasnya
diatur dalam Alquran. Petugas zakat (amil zakat) harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:
(a) muslim yang jujur dan amanah;
(b) mukallaf;
(c) memahami hukum-hukum zakat;
(d) memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas.
2. OPZ, yang teridiri atas badan amil zakat (BAZ) dan
lembaga amil zakat (LAZ), merupakan institusi amil zakat yang diatur dalam
Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999. Dalam melaksanakan tugasnya, OPZ harus
berasaskan iman dan takwa, keterbukaan, dan kepastian hukum sesuai dengan
Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Kegiatan perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta
pendayagunaan zakat yang dilakukan OPZ harus sesuai dengan ketentuan agama,
antara lain, sebagai berikut:
(a) tidak menerima dana yang tidak halal;
(b) setiap dana yang diterima harus dapat dibedakan apakah
zakat atau kewajiban harta lainnya (infaq, shadaqoh, hibah, wasiat, waris, dan
kafarat) serta harus jelas bentuk akadnya apakah muthlaq atau muqoyyad;
(c) menyalurkan dana hanya kepada mustahiq serta
menggolongkan seorang mustahiq dalam salah satu asnaf mustahiq;
(d) tidak menyalurkan dana dalam bentuk kegiatan yang
bertentangan dengan Syari’ah Islam;
(e) tidak menzholimi hak masing-masing asnaf mustahiq;
(f) berusaha meningkatkan kesejahteraan, merubah kondisi,
atau menyelesaikan permasalahan mustahiq;
(g) setiap dana yang disalurkan harus dapat dibedakan apakah
berasal dari zakat atau kewajiban harta lainnya (infaq, shadaqoh, hibah,
wasiat, waris, dan kafarat) serta jelas bentuk akadnya apakah muthlaq atau
muqoyyad;
(h) wajib mencatat, melaporkan, dan mempublikasikan laporan
penerimaan dan penyaluran dana.
3. OPZ memiliki juga karakteristik sebagaimana dimaksud
dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 45, yakni; memperoleh
sumber daya dari muzakki yang tidak mengharapkan imbalan apapun atau manfaat
ekonomi yang sebanding dengan jumlah sumber daya yang diberikan, menghasilkan
barang dan/atau jasa tanpa bertujuan memupuk laba (kalau menghasilkan laba,
maka jumlahnya tidak pernah dibagikan kepada para pendiri atau pemilik), dan
tidak ada kepemilikan (dalam arti bahwa kepemilikan tidak dapat dijual,
dialihkan, atau ditebus kembali, atau kepemilikan tersebut tidak mencerminkan
proporsi pembagian sumber daya pada saat likuidasi atau pembubaran). Khusus
pengertian pembatasan waktu atas penggunaan sumber daya, OPZ memiliki
pengertian yang berbanding terbalik dengan definisi pembatasan pada PSAK Nomor
45. Dalam OPZ, penggunaan sumber daya bersifat lebih cepat lebih baik (as soon
as posible).
4. Sesuai karakteristik, maka laporan keuangan OPZ meliputi:
(a) laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan OPZ sebagai
penerima dan penyalur zakat dan kewajiban harta lainnya beserta hak dan
kewajibannya, yang dilaporkan dalam:
(i) laporan posisi keuangan;
(ii) laporan sumber dan penggunaan dana; dan
(iii) laporan arus kas.
(b) laporan keuangan yang mencerminkan dana yang dikelola
penuh oleh unit otonom yang dilaporkan dalam laporan sumber dan penggunaan dana
unit otonom.
C. TUJUAN DAN RUANG LINGKUP
1. Tujuan dari penyusunan pedoman ini, antara lain, adalah:
(a) Membantu pengguna dalam menyusun dan memahami laporan
keuangan agar sesuai dengan tujuannya (seperti diuraikan lebih lanjut pada
Bagian II.A.1).
(b) Menciptakan keseragaman dalam penerapan perlakukan
akuntansi dan penyajian laporan keuangan, sehingga meningkatkan daya banding di
antara laporan keuangan OPZ.
(c) Menjadi acuan minimum yang harus dipenuhi oleh OPZ dalam
menyusun laporan keuangan. Namun, keseragaman penyajian sebagaimana diatur
dalam pedoman ini, tidak menghalangi masing-masing OPZ untuk memberikan
informasi yang relevan bagi pengguna laporan keuangan sesuai kondisi
masing-masing OPZ.
2. Ruang lingkup penerapan pedoman ini adalah laporan
keuangan yang disajikan dan disusun oleh OPZ, baik Badan Amil Zakat (BAZ)
maupun Lembaga Amil Zakat (LAZ).
D. ACUAN PENYUSUNAN PEDOMAN AKUNTANSI OPZ
Acuan yang digunakan dalam menyusun pedoman akuntansi untuk
OPZ didasarkan pada acuan yang relevan, meliputi:
1. Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan
Zakat.
2. Keputusan Menteri Agama RI Nomor 373 Tahun 2003 tentang
Pelaksanaan UU Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.
3. Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam
dan Urusan Hasi Nomor D/291 Tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan
Zakat.
4. Peraturan perundang-undangan yang relevan dengan laporan
keuangan.
E. KETENTUAN LAIN-LAIN
1. Jurnal yang digunakan dalam pedoman ini hanya merupakan
ilustrasi dan tidak bersifat mengikat. Dengan demikian OPZ dapat mengembangkan
metode pencatatan dan pembukuan sesuai sistem masing-masing, sepanjang
memberikan hasil akhir yang tidak berbeda. Ilustrasi jurnal yang dicantumkan
dalam pedoman ini menggambarkan akuntansi secara manual.
2. Transaksi OPZ yang dicantumkan pada buku pedoman ini
diprioritaskan pada transaksi yang umum terjadi pada setiap OPZ.
3. Apabila terdapat transaksi khusus yang dipandang perlu
untuk dituangkan dalam buku pedoman ini, hal tersebut agar disampaikan kepada
Forum Zakat (FOZ) sebagai bahan masukan dalam penyempurnaan pedoman akuntansi
OPZ.
4. Pedoman ini secara periodik akan dievaluasi dan
disesuaikan dengan perkembangan OPZ, ketentuan Pemerintah, dan ketentuan
lainnya yang terkait dengan OPZ.
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.