BERITA HEBOH TERDAHSYAT ABAD INI :

ZAKAT DAN INSTRUMENT SEJENIS


BAB   4
ZAKAT DAN INSTRUMENT SEJENIS

Zakat merupakan system dan instrumen orisinil dari system ekonomi Islam. Yang bertugas mendistribusikan kekayaan pada golongan masyarakat yang membutuhkan. Dengan keyakin bahwa pada tiap harta yang didapatkan oleh seseorang terdapat didalamnya hak para fakir miskin dan orang-orang yang kekurangan (8 asnaf).

Asumsi awal dari bahasan ini adalah bahwa zakat menjadi system yang wajib (obligatory zakat system) bukan system yang sukarela (volutary zakat system). Konsekwensi dari system ini adalah wujudnya institusi negara yang bernama baitul mal (treasury house).

Fungsi pertama dari negara Islam adalah menjamin terpenuhinya kebutuhan hidup minimal (guarantee of a minimum level of living). Institusi negara yang bernama baitul mal-lah yang memiliki tugas menjalankan fungsi negara tersebut. Dengan tepenuhinya kebutuhan hidup minimal maka masyarakat Islam diharapkan akan menjalankan secara leluasa segala kewajibannya sebagai hamba Allah SWT tanpa perlu ada hambatan-hambatan yang mungkin memang diluar kemampuannya.

Mekanisme zakat memastikan aktifitas ekonomi dapat berjalan pada tingkat yang minimal yaitu pada tingkat pemenuhan kebutuhan primer, sedangkan infak-shadakah dan intsrumen sejenis lainnya mendorong permintaan secara agregat, karena fungsinya yang membantu ummat untuk mencapai taraf hidup diatas tingkat minimum. Karena oleh negara infak-shadaqah dan instrumen sejenisnya inilah yang melalui bitul mal digunakan untuk mengentaskan kemiskinan melalui program-program pembangunan. Jadi zakat dan infak-shadaqah memiliki perannya masing-masing. Pada kondisi ummat yang baik dimana tingkat keimanannya ada pada level yang baik, maka pendapatan negara yang bersumber dari infak-shadaqah sepatutnya lebih besar dari penerimaan zakat.

Dalam membahas prilaku konsumsi dari individu muslim, karakteristik zakat sudah nampak terlihat, bahwa zakat merupakan instrumen ekonomi yang vital. Absensi mekanisme zakat dalam perekonomian akan merusak keseimbangan ekonomi, bahkan memiliki pengaruh yang besar pada ketidakseimbangan social.

Zakat dengan institusi amil zakat menjaga hubungan yang baik antara si miskin dan si kaya, tanpa perlu mengorbankan harga diri golongan miskin, disebabkan mekanisme distribusi zakat yang melalui baitul mal. Begitu juga dengan efek negatif dari kesenjangan yang amat dalam antara kaya dan miskin seperti meningkatnya kriminalitas, kemaksiatan dan segala tingkah laku negatif, akan dengan signifikan tereduksi.

Timur Kuran dalam sebuah artikelnya membahas peran dan fungsi zakat ini secara kritis. Kuran berpendapat bahwa data sejarah menunjukkan bahwa zakat lebih berperan sebagai alat politik dari pada alat ekonomi, sebab zakat lebih efektif menjaga kestabilan politik dibandingkan alat peningkat produktivitas dalam sebuah bangunan ekonomi. Namun oleh Monzer Kahf (1992)  kecendeungan fungsi zakat tersebut dapat dibantah. Kahf mengatakan bahwa melalui golongan masyarakat penerima (mustahik) dan pembayar (muzakki), zakat memiliki peran dalam mendorong kinerja ekonomi. Menurut Kahf, zakat yang diterima oleh mustahik akan meningkatkan konsumsinya yang tentu kemudian meningkatkan agregat permintaan secara makro.

Sementara itu pada pihak muzakki, zakat akan meningkatkan rasio simpanan mereka, dengan asumsi bahwa tiap individu akan mempertahankan tingkat kekayaannya. Jadi peningkatan rasio tabungan, menurut Kahf merupakan kompensasi dari pembayaran zakat. Dan peningkatan rasio tabungan ini memiliki hubungan yang erat dalam peningkatan investasi dari muzakki. Peningkatan output akibat naiknya tingkat konsumsi mustahik membuat muzakki melakukan (keputusan) investasi. Sehingga pada saat yang sama akan meningkatkan pemintaan agregat.

Penanggungan kebutuhan hidup minimal tidak hanya diberikan pada masyarakat Islam saja (meskipun sumbernya bukan dari zakat), masyarakat non-Islam pun dapat memperoleh jaminan tersebut. Hal ini tergambar dari perjanjian pedamaian untuk penduduk Hairah di Irak yang ditulis Khalid bin walid pada masa pemerintahan Abu Bakar r.a. Dalam perjanjian tersebut jaminan kebutuhan hidup minimal diberikan oleh Baitul Mal kepada setiap orang tua yang tak kuat bekerja, cacat atau fakir-miskin dan dihapuskan kewajiban membayar jizyah sepanjang ia tinggal di negaa Islam .

Beberapa negara yang menerapkan system ekonomi konvensional memiliki instrumen yang berfungsi hampir sama dengan zakat. Beberapa negara (teutama negara barat) menerapkan tunjangan social bagi penduduknya yang tidak memiliki kerja, uzur atau tidak memiliki kemampuan untuk mencari nafkah. Dan sumber pendanaannya adalah berasal dari pajak. Namun karakteistik pajak serta tunjangan social tersebut berbeda sama sekali dengan mekanisme yang ada dalam Zakat. Penjaminan dalam mekanisme zakat merupakan prioritas utama dalam kebijakan ekonomi. Sedangkan dalam konvensional tunjangan social sangat tergantung pada penerimaan pajak, ketika dana pajak dirasakan tidak mencukupi, maka tunjangan tersebut bukanlah menjadi prioritas yang utama.


Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Lintas Umum

Baca juga yang ini :



0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.