BERITA HEBOH TERDAHSYAT ABAD INI :

PENGELOLAAN PAJAK ZAKAT



PERANAN PEMERINTAH DAN ULAMA DALAM PENGELOLAAN PAJAK  ZAKAT    DAN WAKAF UNTUK PENANGGULANGAN KEMISKINAN
DAN PENINGKATAN EKONOMI UMAT



OLEH :

H. HASAN AEDY *



FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI , 2005

PERANAN PEMERINTAH DAN ULAMA DALAM PENGELOLAAN PAJAK  ZAKAT DAN WAKAF UNTUK PENANGGULANGAN KEMISKINAN
DAN PENINGKATAN EKONOMI UMAT

H. HASAN AEDY *

I. Pendahuluan
Salah Satu perbedaan mendasar pemerintahan umat islam pada masa ini dibandingkan dengan masa Khulafaur Rasyidin adalah terpisahnya pemerintah dengan ulama. Pemerintah dan ulama masing – masing jalan sendiri bahkan peran ulama terkesan sangat minim dalam mengelola kepentingan publik termasuk peningkatan ekonomi umat. Padahal pada masa khalifah Abubakar r.a, beliau pernah mengancam untuk memerangi mereka yang enggan membayar zakat. Dengan kacamata ekonomi zakat itu merupakan tulang punggung ekonomi kerakyatan. Karena itu mereka yang tidak membayar zakat bukan hanya melanggar perintah Allah, tetapi juga meruntuhkan ekonomi rakyat dan berbuat zalim terhadap penduduk miskin. Maka wajar kalau Allah SWT mengancam dengan siksaan pedih bagi mereka yang melalaikan zakat.
Bukankah salah satu keberhasilan masa kekhalifahan Abdul Azis Bin Umar adalah berlimpahnya baitul maal dengan zakat yang dibayar  umat, sehingga penduduk miskin saat itu sudah terlayani semuanya dan penduduk negeri yang dipimpinnya menjadi makmur. Inilah salah satu masalah besar yang dihadapi umat islam dewasa ini, dimana kemiskinan masih sangat akrab dengan mereka padahal hal kemiskinan pada dasarnya merupakan masalah yang rumit dan universal. Rumit karena akar kemiskinan bersifat “multidimensional”, sehingga sifatnya cenderung sistemik. Sementara itu kemiskinan telah dialami oleh manusia sepanjang peradabannya, dan hampir seluruh dunia pernah atau sedang  merasakannya. Karena itu kemiskinan cenderung bersifat universal yang berarti pula tidak di batasi oleh wilayah atau ruang waktu tertentu. Jika saja kemiskinan tidak mendekatkan manusia kepada kekafiran, maka kemiskinan tidak perlu dirisaukan.

 
Namun karena kemiskinan adalah kondisi buruk yang dialami manusia yang tidak diinginkan kehadirannya,  maka kemiskinan itu perlu ditangani dengan baik oleh semua pihak khususnya kerjasama yang baik antara pemerintah dengan ulama. Pertanyaannya bagaimana menanganinya dan berapa lama waktu yang diperlukan. Inilah sebuah pertanyaan yang sulit dijawab, walaupun selama ini telah banyak manusia yang memikirkannya, bahkan sudah sukar untuk dihitung, sudah berapa jumlah dana yang dikorbankan oleh manusia untuk sebuah kemiskinan. Karenanya pada berbagai negara yang sedang mengalami kemiskinan yang cukup serius, dengan jumlah penduduk miskin yang lebih banyak, kemiskinan menjadi issue utama dalam pembangunan.
Dalam konsep pembangunan, kemiskinan mempunyai makna ganda, yaitu kemiskinan absolut (absolute poverty) dan kemiskinan relatif (relative poverty). Miskin dalam arti absolut adalah kondisi buruk yang dialami manusia dengan karakteristik kurang makan, kurang pakaian, kurang perumahan dan kurang kebutuhan dasar lainnya termasuk pendidikan dan kesehatan. Sedangkan miskin dalam arti relatif adalah kondisi buruk yang dialami manusia akibat dari perolehan pendapatan kelompok penduduk yang sangat timpang diantara mereka, sehingga tidak dapat dihindari munculnya kesenjangan (gap) di dalam masyarakat. Kesenjangan yang di maksud bukan hanya terjadi antar kelompok, melainkan antar wilayah, antar sektor, bahkan yang paling parah adalah antar negara dunia. Di Indonesia kedua bentuk kemiskinan tersebut hadir bersamaan dan sampai saat ini, belum tertangani dengan baik, sehingga hasilnya tidak memuaskan. Bahkan jumlah penduduk miskin makin meningkat.
Tulisan ini menyajikan sebuah pendekatan untuk menangani kemiskinan umat yang berbasis pada kerjasama pemerintah yang bersih dengan ulama yang konsisten dengan syariah melalui pengelolaan pajak, zakat dan wakaf untuk menanggulangi kemiskinan dan memberdayakan ekonomi umat.
Dengan kesungguhan kerja dan niat baik dari semua pihak metode yang ditawarkan ini diyakini akan mampu memenimalisir kemiskinan dinegara manapun dalam rangka menuju peningkatan ekonomi umat. Kegagalan menanggulangi kemiskinan masa lalu adalah bagian dari kegagalan pemerintah dan ulama yang tidak bersinergi dalam melaksanakan berbagai kegiatan yang bertujuan untuk memperbaiki ekonomi umat. Menanggulangi kemiskinan bukan sekedar menangani penduduk miskin tetapi juga harus mampu menggerakkan penduduk yang lebih kaya atau para pengusaha untuk mengeluarkan zakat dan infak lainnya. Karena itu pemerintah, ulama, orang kaya (pengusaha) dan semua yang terlibat dalam menangani kemiskinan bertanggung jawab untuk mencapai hasil yang terbaik bagi perekonomian umat. Sinergi antara kegiatan pemerintah dengan dakwah ulama dalam menangani kemiskinan akan merupakan kekuatan yang dahsyat dalam perbaikan ekonomi umat apabila dilaksanakan dengan jujur dan amanah sesuai dengan kebutuhan penduduk miskin yang diberdayakan.
     
II.  Tesis-Tesis Konvensional Mengenai Kemiskinan
Diantara para ahli, baik teoritis maupun praktisi, banyak yang memandang kemiskinan dengan cara pandang yang berbeda. Perbedaan tersebut boleh jadi di sebabkan oleh latar belakang pendidikan dan keahlian mereka, mungkin juga karena pengalaman di lapangan pada berbagai kondisi dan situasi yang berbeda. Secara ringkas pandangan–pandangan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut  :
2.1.   Pandangan Fungsional
Pandangan ini bersumber dari teori Evolusi yang  menyatakan bahwa penyebab utama keterbelakangan adalah kebiasaan atau tradisi (tradisionalism). Jadi manusianyalah yang menempati posisi kunci dalam kasus keterbelakangan atau kemiskinan. Walaupun pandangan ini bersumber dari pemikiran F. Hegel, namun tokoh yang paling terkenal mengembangkan pandangan ini adalah           A. Comite Sosiolog kenamaan dari Perancis. Pandangan ini menyarankan resep untuk merubah pola pikirnya masyarakat yang tradisional tersebut. Dengan demikian diperlukan kemampuan  sang perubah (change agent) untuk melakukan rekayasa social (social enginering) yang setepat mungkin.
2.2.   Pandangan Modernisme
Pandangan ini berpangkal dari pemikiran fungsional, yang menurut Jargon sosiologi dikenal sebagai paradigma modernisasi. Menurut pandangan ini keterbelakangan atau kemiskinan itu terjadi karena tidak berfungsinya komponen-komponen internal, yaitu akibat kebodohan manusianya, rendahnya tingkat pendidikan, budaya miskin dan rendahnya kualitas kesehatan. Menurut pandangan ini masyarakat sendirilah yang menjadi penyebab kemiskinan, bukan karena faktor eksternal. Karena itu resep untuk  menanganinya adalah memperbaiki kondisi buruk yang mereka alami, dengan peningkatan kualitas sumberdaya manusianya melalui pendidikan dan penyuluhan yang tepat dengan pengenalan terhadap kemajuan dunia luar, sehingga mereka tidak terkungkung dengan kebodohan. Sedangkan Meclelland, dengan pandangan psikologinya melihat kemiskinan sebagai faktor yang sangat individual, yaitu orang miskin, karena ketidak mampuan individu dalam mewujudkan semangat wiraswasta yang ada, atau boleh jadi individu yang bersangkutan tidak memiliki semangat wiraswasta, sehingga dia miskin.
2.3. Pandangan Optimistik
Pandangan optimistik adalah cara pandang  melihat dunia sebagai medan perjuangan dan pertarungan dalam memperbaiki nasib. Pandangan ini menyatakan bahwa kemiskinan itu bukan suratan nasib. Karena itu kemiskinan dapat diatasi dan dientaskan dari muka bumi. Yang penting adalah di ketahui secara pasti, apa yang menjadi latar belakang kemiskinan tersebut. Bukankah dalam perjuangan hidup manusia terdapat hubungan yang erat antara satu dengan yang lainnya, Dan hubungan itu boleh jadi menguntungkan atau merugikan. Karenanya kemiskinan yang disebabkan akibat kesalahan manusia baik secara individual maupun secara kolektif pasti dapat dientaskan, dengan jalan memperbaiki kesalahan yang terjadi. Inilah pandangan yang optimistik yang rela mengorbankan pikiran, tenaga dan dana berapapun jumlahnya, untuk memperbaiki kondisi masyarakat yang terjerat dalam kemiskinan. Pandangan inilah yang mendorong banyak negara dunia untuk memberantas kemiskinan umat manusia.
2.4. Pandangan  Fatalistik
Pandangan ini merupakan cara pandang yang menyatakan bahwa kemiskinan itu adalah  takdir atau suratan nasib yang harus dilalui oleh sebagian manusia sebagai fenomena sosial yang tak dapat dihindari. Pandangan ini berpatokan  pada fenomena alam yang diciptakan sang pencipta  secara berpasangan. Pada fenomena alam terdapat  siang dan malam, bumi dan langit, gunung dan lembah dan sebagainya. Semua fenomena itu tersebut diciptakan oleh sang pencipta bukan sia-sia atau tanpa tujuan, melainkan untuk kepentingan manusia juga. Demikian pula dalam fenomena sosial seperti adanya sebahagian orang miskin, disekitar orang kaya, bukan sesuatu yang aneh, dan percuma, melainkan memiliki makna yang sangat berarti bagi kehidupan manusia untuk saling melengkapi dalam memenuhi kebutuhan masing-masing. Orang kaya punya kemampuan dana karena memiliki kelebihan otak yang brilian, atau keterampilan profesional yang dapat memberinya pendapatan yang jauh lebih tinggi di banding orang-orang disekitarnya, tetapi orang kaya tidak punya waktu dan tenaga untuk mengerjakan pekerjaan kasar atau kotor. Disinilah orang kaya membutuhkan orang miskin untuk  melengkapi atau membantu melaksanakan tugas-tugas yang juga penting bagi kehidupan orang kaya, dan orang kaya tersebut bermitra dengan orang miskin dengan memenuhi kebutuhannya dalam bentuk pemberian pendapatan yang layak bagi suatu kehidupan. Inilah yang dimaksud dengan fenomena sosial yang berpasangan bukan berbenturan. Pandangan seperti ini cenderung membiarkan kemiskinan itu berjalan secara alami.
2.5 Pandangan optimistik dan fatalistik
Pandangan yang lain adalah pandangan yang merupakan gabungan atau sintesa dari pandangan optimistik dan fatalistik. Pandangan ini tidak seluruhnya optimistik, dan tidak fatalistik pula. Menurut pandangan ini kemiskinan adalah kondisi buruk yang dialami manusia dalam kehidupannya yang harus ditangani dengan serius oleh semua pihak termasuk orang miskin itu sendiri, karena kemiskinan yang dialami manusia harus di tuntaskan sekuat kemampuan yang ada. Dan apabila usaha manusia sudah maksimal, namun belum juga berhasil mengatasi kemiskinan seratus persen, maka yang demikian itulah yang harus diterima sebagai kemiskinan karena suratan nasib, yang jumlahnya tidak banyak. Mereka inilah yang sangat mengalami hambatan untuk diperbaiki atau untuk memperbaiki diri. Boleh jadi mereka adalah orang-orang yang lemah fisik, atau lemah mental yang tidak berdaya. Atau mungkin juga mereka adalah sebahagian dari manusia yang tidak peduli dengan kepentingan ekonomi (duniawi). Mereka inilah yang menjadi orang miskin tersisa yang merupakan pasangan orang-orang kaya sebagai bagian dari fenomena sosial yang tak terelakkan yang akan memberi hikmah tersendiri bagi kehidupan manusia.
III. Dimensi – Dimensi Kemiskinan Secara Empiris
3.1.  Kemiskinan Kultural (Cultural poverty)
Bentuk kemiskinan ini bersumber dari budaya miskin atau prilaku dan sikap mental yang tidak mendorong produktivitas. Tokoh utama yang telah banyak mempelajari kemiskinan kultural ini adalah Oscar Lewis (1966), dalam Jamaluddin Ancok (1995), Lewis menyatakan bahwa kemiskinan adalah suatu budaya yang terjadi karena penderitaan ekonomi (Economic Deprivation) yang berlangsung lama. Sikap mental  yang tidak suka berusaha, malas, masa bodoh, manja dengan anugerah alam, suka pasrah dan malas bekerja adalah bagian dari budaya miskin. Selanjutnya Ancok, (1995), menambahkan bahwa orang-orang yang dibesarkan dalam budaya kemiskinan mempunyai ciri-ciri kepribadian antara lain : merasa diri mereka tidak berguna, penuh dengan keputusasaan, merasa inferior, sangat dependen pada orang lain. Orang miskin tersebut juga tidak memiliki kepribadian yang kuat (ego strength), kurang bisa mengontrol diri, mudah implusif dan sangat berorientasi pada masa kini tanpa memikirkan masa depan. Sifat ini menyebabkan orang miskin sulit membuat perencanaan bagi masa depan.
 3.2. Kemiskinan Struktural, yaitu bentuk kemiskinan yang terkait dengan banyak faktor secara sistemik. Adapun pihak-pihak yang secara signifikan berpengaruh pada bentuk kemiskinan ini adalah pemerintah dengan segala kebijakan dan produk hukumnya, orang kaya dengan segala keserakahannya, tradisi atau adat istiadat yang berlaku, serta pandangan dan sistem yang berlaku pada umumnya. Demikian pula aturan atau produk hukum yang tidak berpihak kepada orang-orang miskin merupakan belenggu bagi orang miskin untuk tetap miskin. Konsekwensi selanjutnya adalah ketimpangan yang makin dalam antara sikaya dan simiskin, dan antara penguasa dan yang dikuasai.
Sayogio, (1993) dalam Mubyarto, (1995), mengemukakan tentang ketimpangan bahwa, secara garis besar ketimpangan umumnya disebabkan  oleh 2 hal utama yakni : (1) Market failure dan (2) Political failure.
Market failure adalah terkait langsung dengan kegagalan pasar dalam mengakses orang-orang miskin karena rendahnya daya beli mereka akibat rendahnya upah dan pendapatan lain yang mereka terima sebagai bagian dari eksploitasi masyarakat yang lebih dominan dalam hal kekuasaan dan harta kekayaan. Sedangkan political failure  berkaitan langsung dengan kemauan politik, produk hukum dan segala kebijakan pemerintahan yang gagal mengangkat harkat dan martabat orang-orang miskin.
Senada dengan pendapat tersebut diatas, Heru Nugroho, (1995), mengemukakan tentang dimensi-dimensi kemiskinan bahwa, kemiskinan bukan hanya berurusan dengan persoalan ekonomi tetapi bersifat multidimensi karena dalam kenyataannya juga berurusan dengan persoalan-persoalan non ekonomi (sosial-budaya dan politik).
3.3. Kemiskinan Alamiah, yaitu kemiskinan yang terjadi karena bencana alam atau karena kecacatan, baik cacat pisik maupun cacat mental. Kecacatan boleh jadi akibat kecelakaan atau bencana alam, namun bisa juga terjadi tanpa diketahui sebabnya, umpamanya bawaan atau penyakit. Biasanya orang miskin karena bencana alam atau kecelakaan menimbulkan keprihatinan yang mendalam bagi pemerintah dan masyarakat apalagi terjadi secara massal.
Namun miskin karena kecacatan atau hambatan pisik, belum mendapat perhatian secara serius.
Dari semua tingkatan kemiskinan yang termasuk kategori ini, miskin karena kecacatan fisik maupun mental adalah yang tersulit mengentaskannya. Hampir tidak ada jalan bagi mereka yang lemah mental untuk dapat mandiri.
3.4.   Kemiskinan dan Penganggur Sukarela. Sadar atau tidak sadar dalam dunia ini ada saja kelompok manusia yang berfikir lain dari yang lain. Sementara kebanyakan manusia berusaha dengan segala cara untuk merebut dunia. Disini ada segelintir manusia yang berusaha menjauhi keduniaan. Bagi mereka dunia adalah laksana bangkai, yang tidak boleh diperebutkan, karena yang memperebutkan bangkai hanyalah anjing.
Karena itu lalu mereka memilih jalan hidup, menjauhi segala yang berbau kemewahan dunia. Dan mereka pun menjadi orang-orang miskin dengan sukarela. Adapun target terakhir dari kelompok ini adalah kebahagiaan yang sejati di hari akhirat, dimana semua manusia di kembalikan, kepada Penciptanya dan itulah saat yang sangat “ trasendental ” yang sering terlupakan oleh kebanyakan manusia yang tidak beriman.

IV. Peran Pemerintah dan Ulama dalam Menanggulangi Kemiskinan & Memberdayakan Ekonomi Umat
4.1 Pemanfaatan Pajak yang Diterima Pemerintah
Selama ini telah banyak yang dilakukan oleh pemerintah untuk memperbaiki kehidupan penduduk miskin, namun hasilnya masih diragukan oleh banyak kalangan karena jumlah penduduk miskin justru makin bertambah, dan  ketimpangan distribusi pendapatan juga makin dipertanyakan terutama indikator yang digunakan untuk menilai keberhasilan program pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah. Indikator itu mulai dari input ke proses sampai dengan outputnya. Dengan melihat pada input dan output saja, begitu banyak dana, pikiran dan tenaga yang telah dikorbankan, output yang dicapai sangat tidak seimbang. Dengan menggunakan istilah ekonomi populer “ Benefit Cost Ratio ” yang dicapai masih lebih kecil dari satu, yang berarti bahwa manfaat yang diperoleh masih lebih kecil dari biaya yang dikorbankan. Kondisi seperti ini dapat ditelusuri atau dievaluasi dimana letak kesalahannya. Perencanaan mungkin benar tetapi kalau prosesnya salah, hasilnya minim atau tidak sesuai dengan yang telah diperhitungkan, apalagi kalau dari perencanaannya sudah salah. Salah satu sumber kegagalan program pembangunan adalah apabila dalam perencanaan selalu muncul “vested interest” dari para pihak yang terlibat dalam perencanaan. Demikian pula apabila proses yang dilaksanakan menyimpang dari apa yang telah di gariskan oleh sebuah perencanaan yang benar, hasilnya juga nihil. Berdasarkan  pada  pengamatan empiris dan hasil-hasil penelitian kegagalan mengentaskan kemiskinan yang dilaksanakan oleh pemerintah, tergantung dari kejujuran pelaksana dilapangan serta kesediaan penduduk miskin untuk merubah prilakunya dan merubah nasibnya sendiri. Disamping itu belum terjadi kerjasama antara pemerintah dan ulama dalam berbagai upaya perbaikan ekonomi umat khususnya berkaitan dengan penanggulangan kemiskinan penduduk. Sehubungan dengan itu semua, maka untuk memperbaiki ekonomi umat kedepan, pemerintah dan ulama perlu kerjasama dalam memanfaatkan dana pajak zakat dan wakaf sehingga hasil yang dicapai menjadi optimal.   Disamping itu pemerintah dan ulama wajib mengawasi proses dan menempatkan aparat yang disiplin dan paling jujur. Demikian pula kontrol dari masyarakat dan lembaga pengawasan independen lain tak boleh diabaikan peranannya. Walaupun belum seluruhnya, kebijakan dan langkah pemerintah berikut akan sangat mendukung keberhasilan program-program pengentasan kemiskinan dan perbaikan ekonomi umat.
1) Menyediakan dan Menyelenggarakan Jaminan Sosial
Negara bertanggung jawab dan berkewajiban mengelola harta dari semua penerimaannya dalam suatu kondisi yang aman. Dari harta tersebut pemerintah yang mewakili negara harus  memporsikan dalam jumlah tertentu untuk jaminan sosial bagi masyarakat yang karena kondisi dan situasi tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak. Dengan jaminan sosial yang disediakan negara maka tidak akan ada orang yang hidup terlunta-lunta tanpa makanan, pakaian dan perumahan yang memadai. Namun mekanisme  pelaksanaan yang benar dengan pelaksana yang jujur, jaminan sosial tersebut akan sangat membantu memperkecil jumlah orang miskin yang sehari-harian mengemis tanpa daya dikota-kota besar. Apabila negara berkemampuan, sudah saatnya negara  memberikan jaminan sosial bagi keluarga miskin dengan pembinaan dan pengawasan yang sungguh-sungguh. Salah satu negara dunia yang berhasil melaksanakan jaminan sosial untuk rakyat miskin adalah Australia. Mereka yang mendapat jaminan sosial harus mempertanggungjawabkan pemanfaatan dana sosial yang diperoleh secara jujur dan transparan. Langkah seperti inibukan sesuatu yang mustahil untuk dilaksanakan di negeri yang kita cintai ini, asalkan pemerintah memiliki kemauan dan komitmen yang kuat dalam mengatasi masalah-masalah sosial yang dialami oleh penduduknya.


2)   Menyediakan dan menyelenggarakan bantuan kota dan desa miskin
Program ini menitikberatkan pada kegiatan yang memberdayakan masyarakat miskin, sesuai dengan kebutuhan dan potensi keluarga-keluarga miskin yang berada pada kantung-kantung kemiskinan. Kegiatan pendidikan yang meningkatkan wawasan berfikir, pelatihan keterampilan untuk kegiatan yang produktif dan untuk meningkatkan akses keluarga miskin dalam semua aspek pembangunan sesuai kebutuhan mereka adalah sesuatu yang sangat berarti dalam melepaskan ketergantungan keluarga miskin pada pihak-pihak yang sengaja mengeksploitasi mereka. Program ini juga dapat didisain dalam bentuk beasiswa bagii peningkatan pendidikan bagi anak-anak keluarga miskin.
3) Menyediakan dan membangun sarana dan prasarana ekonomi yang sesuai kebutuhan penduduk miskin.
Masyarakat miskin di berbagai wilayah pedesaan adalah kebanyakan dari mereka yang hidup dilahan kritis maupun hidup sebagai, buruh petani atau nelayan tradisional. Kebijakan untuk mereka harus sesuai dengan latar belakang dan potensi yang mereka miliki. Disini alih profesi untuk mereka memungkinkan sepanjang mereka mau dan mempunyai potensi yang cukup untuk profesi barunya. Sarana dan prasarana ekonomi sesuai dengan kebutuhan umat mutlak disediakan oleh pemerintah
4)   Meningkatkan mutu sumber daya manusia.
Untuk meningkatkan mutu sumberdaya manusia yang relevan dengan perkembangan zaman, khususnya dalam menghadapi era global, pemerintah harus mampu memberikan prioritas pendidikan generasi muda penduduk miskin sehingga mereka tidak tertinggal jauh kebelakang, dibanding dengan rekan-rekannya yang lain. Secara khusus boleh jadi pendirian sekolah yang bermutu untuk penduduk miskin, masih banyak kendala dinegeri ini. Namun pemerintah dapat menjaring anak-anak miskin yang berprestasi di Sekolah Dasar sampaii pendidikan tinggi, dengan beasiswa yang layak. Dan mereka pun  memiliki peluang yang sama dengan rekan-rekan mereka yang termasuk di dalam kategori mampu di berbagaii sekolah yang bermutu dengan daya saing masa depan yang lebih baik.
5) Menyediakan sumberdaya belajar, sumber daya kesehatan dan sumber daya ekonomi secara gratis bagi penduduk miskin.
Dengan komitmen untuk membantu kaum papa disertai dengan pelayanan terbaik dari aparat dan komponen bangsa lainnya, pemerintah mengadakan sumberdaya yang dibutuhkan secara khusus untuk penduduk miskin.  Sumberdaya belajar yang dimaksud adalah sarana dan prasarana pendidikan dan pelatihan yang cenderung bersifat informal, karena peserta didik dan peserta latihnya adalah mereka yang sudah dewasa dan memiliki potensi untuk berkembang. Apa yang diajarkan atau dilatihkan adalah sesuai dengan kebutuhan dan bakat peserta didik dan peserta latih. Mereka yang menyelesaikan pendidikan dan pelatihan harus diikuti dengan tindak lanjut yang berarti mewujudkan gagasan mereka menjadi kenyataan. Karena mereka kurang berpengalaman maka bimbingan lebih lanjut evaluasi dan monitoring terhadap kegiatan mereka merupakan kebutuhan  yang harus dilakukan oleh petugas yang memiliki kompetensi yang handal. Jika hasil evaluasi menunjukkan bahwa mereka sudah mapan dan mampu mandiri, barulah mereka dilepas.
6) Mewujudkan pendirian rumah singgah di seluruh kota-kota besar dan kota menengah di seluruh indonesia.
Disini pemerintah bersama pekerja sosial  memberdayakan anak jalanan sebagian dari penduduk miskin perkotaan. Mereka adalah pengemis, pengamen, penjaja koran dan makanan ringan (pedagang asongan) dan petualang yang menjadi sumber perbuatan kriminal perkotaan. Pada rumah singgah inilah anak jalanan dibina mentalnya dengan berbagai pendidikan budi pekerti  dan agama sesuai keyakinannya masing-masing. Bersamaan dengan pembinaan mental, dilakukan pula penggalian potensi dan bakat masing-masing.
Kemudian di lakukan dengan pelatihan, dan pembinaan secara berkelompok sesuai minat dan bakat masing-masing. Dengan sentuhan halus dan bimbingan yang efektif, mereka akan tampil sebagai seniman yang berbakat, wirausahawan atau produktif lainnya. Dengan demikian dirumah singgah yang di maksud perlu disediakan fasilitas/alat kerja yang dapat mereka mainkan. Dengan jalan ini, anak jalanan akan berubah, mampu berperan dan tidak kehilangan identitas. Pada gilirannya, bila pembinaannya dilakukan serius dan ditangani oleh tangan – tangan terampil dengan hati yang ikhlas dan penuh kehangatan, merekapun akan menjadi anak-anak yang bermanfaat. Dengan keterampilan dan keuletan mereka pada gilirannya mereka akan mampu mandiri dan bebas dari kemiskinan.
7) Menyediakan lembaga keuangan mikro syariah dan menyebarkannya keseluruh kota desa yang merupakan kantung-kantung kemiskinan.
Maksud lembaga ini adalah untuk memenuhi kebutuhan modal penduduk miskin yang berbakat dalam usaha ekonomi produktif. Seyogyanya mereka yang  dilayani atau para calon nasabah mendapat pelatihan lebih dahulu berkaitan dengan kewirausahaan. Pada saat pelatihan itulah diketahui minat dan bakat para calon nasabah. Sementara itu pelatihan dapat dilakukan bekerja sama dengan perguruan tinggi lokal khususnya lembaga manajemennya. Dan kerjasama dilanjutkan sampai pada bimbingan, evaluasi dan monitoring. Setelah nasabah dianggap mapan dan mampu mandiri baru mereka dilepas. Masalah pembiayaan dan mekanisme kerja antara lembaga diatur dalam kontrak kerja sama dengan tujuan pokok sebagai bagian dari pengabdian kepada masyarakat. Salah satu lembaga keuangan mikto pedesaan yang pernah eksis dan sebagian kecil sedang beroperasi saat ini adalah yang disebut dengan “ Baitul Maal Wat Tamwil “ yang menggunakan sistem bagi hasil sesuai rambu-rambu dari perbankan syariah.
8) Pemerintah dan ulama bersifat tegas kepada para muzakki.
Disini pemerintah dan ulama  menyatakan dengan tegas mengenai kewajiban zakat  oleh para muzakki sehingga seluruh umat yang berkemampuan untuk mengeluarkan zakat  benar benar membayar zakatnya.Disini pemerintah memperoleh  dana segar bagi pemberdayaan ekonomi umat. yang jumlahnya cukup signifikan setiap tahunnya.Melalui f Majelis Ulama  juga dapat mengeluarkan fatwa  bahwa setiap pekerja yang memiliki gaji dalam pendapatan senisab zakat setahun, wajib mengeluarkan zakat 2,5 persen. Dan bagi pegawai yang tidak cukup senisab gajinya dalam setahun dapat mengeluarkan infak dan sedekah sesuai keikhlasan. Mekanisme pemungutan zakat, infak dan sedekah termasuk dana sosial dari semua agama diorganisir secara profesional mulai dari sistem pengumpulan dana lewat bendahara yang di percaya sampai kepada penyaluran dan pertanggungjawabannya.
9) Pemerintah menetapkan upaya pengentasan kemiskinan sebagai gerakan nasional
Disini seyogyanya menjadikan penanganan kemiskinan sebagai  gerakan nasional, yang di pelopori  oleh aparat pemerintah yang bersih dan berwibawa, dan diikuti oleh semua komponen masyarakat,  termasuk pengusaha (Perusahaan Negara dan Swasta), perguruan tinggi lembaga swadaya masyarakat dan “ stakeholder” lainnya sesuai dengan perannya masing-masing. . Demikian pula perusahaan negara dan perusahaan swasta yang membantu modal dan pemasaran hasil usaha produktif penduduk miskin. . Bukankah kegagalan selama ini juga adalah akibat dari penanganan parsial, yang sangat tidak serius dari semua komponen.

4.2.   Kekuatan Moral yang Dibutuhkan Dalam Membangun Ekonomi Umat
Moral dan agama seperti satu mata uang yang memilliki dua sisi. Semua  agama dunia, khususnya agama Samawi pasti bermoral. Karenanya kalau ada agama yang tidak diikuti dengan moral yang baik dalam implementasinya, diyakini pasti akan membawa kehancuran. Dalam upaya manusia untuk memperbaiki nasib termasuk kegiatan dalam meningkatkan ekonominya, setiap orang perlu memperhatikan dna mengamalkan sifat – sifat berikut  :
1) Menekan hawa nafsu.
Bila manusia tidak mampu menekan hawa nafsu atau keinginannya, maka manusia itu akan serakah dan dikendalikan oleh sifat-sifat yang buruk. Karena itu secara lahiriah akan selalu berusaha mementingkan diri sendiri tanpa peduli dengan orang lain. Sifat tamak, boros dan tidak pernah puas dengan mencari harta sebanyak mungkin, akan menjadi obsesi dalam hidupnya. Sehingga boleh jadi dalam berbagai tugas yang dilaksanakan dapat menghalalkan cara untuk memenuhi tuntutan nafsunya. Dengan sifat-sifat seperti itu bila manusia tak mampu mengendalikannya, maka kecenderungan untuk menyalahgunakan    hak-haknya terbuka lebar. Hak orang lainpun dapat dirampasnya. Dengan sifat-sifat boros, manusia akan berfoya-foya memuaskan hawa nafsunya, dengan mengorbankan harta apa saja yang dengan mudah di perolehnya. Dengan sifat yang tidak pernah puas, maka boleh jadi manusia akan sangat egois dan menjadi serigala atas manusia lainnya, sehingga timbul eksploitasi, terhadap berbagai pihak yang lemah dan mampu membuat kemiskinan baru bagi orang lain, atau memperpanjang kemiskinan orang yang sudah memang miskin. Dan masih banyak lagi dampak buruk yang dialami manusia, apabila hawa nafsu atau keinginan-keinginan liar tak mampu kita kendalikan.
2) Akhlak mulia
Mengamalkan akhlak mulia adalah sesuatu yang sangat positif bagi kemiskinan. Apabila semua orang atau mereka yang memiliki kekayaan, kepandaian dan kekuasaan mencintai orang lain, seperti mencintai diri sendiri, suka menolong tanpa pamrih, mencintai kesederhanaan, tidak konsumtif dan dermawan, maka manusia lain yang berada pada posisi yang lebih rendah dari mereka akan merasakan tingkat kesejahteraan dan kemakmuran yang lebih adil. Semua kebaikan dan kebajikan yang diamalkan dalam kehidupan sehari-hari merupakan rahmat buat alam semesta dan semua isinya.
Dengan mencintai orang lain seperti mencintai diri sendiri, akan terwujud rasa kasih sayang diantara sesama manusia. Penderitaan orang lain akan dirasakan seperti penderitaan sendiri, sehingga muncul solidaritas dan keprihatinan yang membuahkan kebajikan bagi semua manusia, khususnya bagi orang-orang miskin. Dengan demikian terjalin hubungan yang harmonis antara orang kaya dengan orang miskin yang sangat membahagiakan kehidupan  secara universal.
Dengan suka menolong orang lain tanpa pamrih bererti apa yang dimiliki selalu untuk dikorbankan guna menolong siapapun. Niat yang tulus ikhlas untuk menolong orang lain, akan mewujudkan kedamaian dan kesejahteraan yang dapat dirasakan oleh semua manusia, termasuk orang-orang miskin yang siap untuk memperbaiki nasibnya. Sifat seperti ini juga akan mewujudkan ketentraman dan keharmonisan hidup manusia, tanpa hasad, dengki dan iri hati antara satu dengan yang lain.
Dengan mencintai kesederhanaan berarti dalam kehidupan sehari-hari tidak akan muncul, pola hidup konsumtif, dan pamer. Dan semua harta yang bukan hak tidak akan dirampas untuk diri sendiri. Dengan kata lain pola hidup sederhana akan mendorong orang untuk tidak melanggar hukum termasuk korupsi karena untuk apa memiliki harta yang banyak sedangkan kebutuhan begitu terbatas dan sederhana.
3) Sifat dermawan.
Disini setiap orang akan mengamalkan sifat yang suka memberi, suka menolong dan suka berbuat kebajikan pada umumnya. Dengan kedermawanan orang-orang kaya maka orang-orang miskin akan tertolong kebutuhan dasarnya dan kesejahteraannya meningkat.  Apalagi kalau dana derma tidak hanya di manfaatkan untuk tujuan komsutif melainkan untuk tujuan pemberdayaan. Dampaknya lebih lanjut adalah terhindarnya masyarakat dari konflik yang merugikan, karena tidak ada lagi kecemburuan sosial, dengki dan iri hati antara sesama.
4)   Mengharamkan pekerjaan yang buruk
Secara tegas masyarakat manapun dalam keadaan normal, akan menolak pekerjaan yang buruk, karena manusia pada dasarnya orang baik dan cenderung pada kebaikan. Pekerjaan buruk yang dimaksud adalah :
(i) Memperoleh rezki tanpa kerja, misalnya menjadi rentenir dan berspekulasi dengan undian-undian yang menyesatkan.
(ii) Memperoleh rezki dengan jalan menipu, merampok, mencuri korupsi dan sebagainya.
(iii) Memperoleh rezki dari pekerjaan yang mudaratnya lebih besar dari  manfaatnya.
Dengan demikian mestinya manusia hanya memanfaatkan potensi kebaikan yang ada pada dirinya dan melawan semua potensi keburukannya. Manusia dengan potensi kebaikannya apabilla digali dan dimanfaatkan dengan baik, maka semua pekerjaan yang buruk dapat dapat dihindari. Secara empiris pekerjaan yang buruk akan menghasilkan keburukan pula, sehingga walaupun pekerjaan tersebut memberikan pendapatan (income) yang tinggi, namun tidak ada berkahnya baik untuk diri dan keluarga maupun orang lain. Maka apabila orang kaya yang melakukannya kekayaannya hanya akan menjadi kekayaan semu seperti “fatamorgana” yang menipu. Demikian pula apabila orang miskin yang melakukannya maka orang miskin tersebut tidak akan pernah keluar dari kemiskinan yang melilitnya. Dengan kata lain semua pekerjaan yang buruk hanya akan membawa malapetaka bagi kehidupan manusia.  
  5) Menghormati kehormatan harta dan milik pribadi orang lain.
Secara hakiki harta tidak dilarang untuk diperoleh dan dimiliki secara pribadi, sepanjang  tidak bertentangan dengan kemasylahatan orang banyak, dan diperoleh dengan cara atau dari sumber yang halal (tidak bertentangan dengan hukum). Pada sisi lain harta yang dimiliki harus dikeluarkan secara benar dengan tidak merugikan atau mengeksploitasi orang lain. Pada setiap harta yang dimiliki ada kewajiban dan hak orang lain yang harus dipenuhi sesuai tuntunan agama.
6) Bekerja Keras dan Beramal
Bekerja keras dengan penuh disiplin adalah sifat yang baik mestinya dimiliki dan diamalkan oleh semua manusia, tidak kecuali orang-orang miskin. Salah satu sumber kemiskinan yang tak terbantah adalah kemalasan bekerja. Padahal ajaran agama apapun di dunia ini, sangat mencintai disiplin dan kerja keras, dan membenci kemalasan. Hidup dengan menganggur atau meminta minta adalah perbuatan yang tercela dalam masyarakat manapun. Karena itu setiap orang harus berupaya semaksimal mungkin bekerja dengan disiplin sesuai dengan potensi diri dan fitra manusia. Bukankah setiap orang hanya akan berubah nasibnya, jika orangnya mampu merubahnya sendiri. Dengan demikian bekerja keras dan disiplin adalah akhlak mereka yang bersifat universal dan harus diperankan oleh semua manusia, tidak kecuali orang-orang miskin.



7) Merubah cara berfikir yang antipati menjadi simpati.
Untuk menimbulkan rasa empati dan simpati yang setulus-tulusnya kepada orang-orang miskin, setiap diri manusia  perlu memiliki cara berfikir yang meyakini bahwa kebahagian orang lain adalah kebahagiaan kita. Dan sebaliknya penderitaan orang lain menjadi penderitaan kita juga.
Dengan demikian  pada diri manusia hanya akan terbentuk  pikiran dan tindakan yang membahagiakan orang lain. Demikian halnya untuk keburukan manusia tentu akan berusaha menghindarinya karena setiap keburukan akan berdampak penderitaan bagi orang lain dan bagi diri sendiri.
Secara umum semua agama di dunia, prihatin dengan masalah kemiskinan. Dan salah satu agama yang sangat perduli dengan kemiskinan adalah Islam. Semua orang yang berada (memiliki harta) yang cukup “nisab dan haulnya” wajib menyantuni orang-orang miskin, sesuai dengan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa. Sumber- sumber dana umat islam yang dapat digunakan untuk menggulangi kemiskinan dan memperbaiki ekonomi umat diantaranya adalah sebagai berikut  :
1) Zakat
Pemerintah dan ulama serta masyarakat bekerja sama untuk mengelola zakat dan infaq lainnya. Menurut sejarah pada zaman pemerintahan khalifah Umar (khalifah ke II) pernah menyuruh aparatnya untuk melaksanakan sensus (pencatatan) mengenai penduduknya. Data yang diharapkan adalah jumlah penduduk miskin dan jumlah penduduk yang berada (memiliki harta yang cukup) untuk mengeluarkan zakat. Pada harta yang dimiliki orang kaya terdapat hak-hak orang miskin yang harus dikeluarkan sesuai ketentuan. Setelah semua data dikumpul, maka dengan mudah. Khalifah Umar memerintahkan aparat untuk memungut zakat dari semua orang kaya yang sudah terindentifikasi dengan baik. Dan selanjutnya harta yang terkumpul dikelola di dalam Baitul Mal secara terencana, kemudian disalurkan kepada semua orang miskin yang sudah teridentifikasi dan berhak menerima zakat.
Secara garis  besar  zakat yang  dijadikan sebagai dana santunan tersebut terdiri atas zakat fitrah yang dipungut sekali setahun (selama bulan Ramadhan sampai 1 syawal). Zakat ini bertujuan konsumtif, khusus untuk sekedar memenuhi kebutuhan konsumsi penduduk miskin pada hari raya. Dan zakat harta (zakat maal) yang dipungut sepanjang tahun dari orang-orang kaya, setelah syarat-syaratnya dipenuhi. Dengan hanya zakat fitrah kemiskinan penduduk tidak akan teratasi karena cenderung untuk tujuan konsumsi jangka pendek. Namun dengan zakat harta, maka kemiskinan penduduk miskin dapat tertanggulangi dengan baik. Dengan pemungutan zakat yang benar dan penyalurannya yang benar, penduduk miskin dapat diberdayakan atau memberdayakan dirinya, untuk kemudian menjadi wajib membayar zakat tahun berikut bila usahanya berhasil. Keberhasilan penduduk miskin dalam mengelola dana zakat yang diserahkan kepadanya juga ditentukan oleh faktor lainnya. Diantara faktor-faktor itu adalah kesungguhan penduduk miskin itu sendiri dalam merubah nasibnya, dan pembinaan serta evaluasi lembaga pengelola zakat. Jika pembinaan dan evaluasi dilakukan dengan baik, maka penduduk miskin akan lebih bergairah dalam mengelola usaha produktif yang dilaksanakannya, dan jika ada penyimpangan akan segera dapat diketahui dan diluruskan. Secara hirarki, kegiatan pengentasan kemiskinan yang dilakukan meliputi tahapan sebagai berikut :
(i) Tahap sensus yaitu identifikasi penduduk yang kena wajib zakat, dan yang berhak menerima zakat.
(ii) Tahap pengumpulan dana.
(iii) Tahap pemberdayaan, sesuai kebutuhan dan potensi penduduk miskin.
(iv) Tahap penyaluran (distribusi) bagi semua penduduk miskin, sesuai dengan ketentuan syariah.
(v) Tahap Pembinaan, termasuk evaluasi dan monitoring
(vi) Tahap Pertanggung Jawaban
Keenam tahapan tersebut merupakan sebuah sistem dimana satu dengan yang lain saling mempengaruhi ini berarti pula apabila satu mata rantai (tahapan) tidak berfungsi dengan baik, maka keberhasilan yang diharapkan akan sulit dicapai. Inilah pendekatan sistem menurut islam yang didahului dengan studi identifikasi bagi semua kelompok sasaran. Lebih luas dan rinci ke enam tahapan tersebut diatas dapat diuraikan sebagai berikut   :
Tahapan pencacatan adalah tahap awal yang mendahului semua kegiatan. Pada tahap ini akan diinventarisasi dan diidentifikasi semua penduduk yang berhak menerima zakat. Berapa jumlahnya, dimana mereka berada dan apa yang menjadi kebutuhannya tercatat dengan rapi. Demikian pula penduduk yang wajib membayar zakat dapat diketahui jumlahnya, tempat tinggalnya dan berapa yang harus dikeluarkan sebagai kewajiban zakatnya.
Tahapan kedua adalah tahap pengumpulan dana, yaitu semua yang sudah teridentifikasi sebagai wajib pembayar zakat didatangi oleh panitia yang telah dipercayakan oleh penguasa. Pada tahap ini semua pihak harus jujur dan transparan baik pelaksana, maupun pembayar zakat. Karena itu setiap orang tidak dapat bersembunyi dibalik kewajibannya, karena setiap orang merasa diamati oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Tahap ketiga adalah tahap pemberdayaan penyuluhan dan pelatihan, mengenai wawasan berpikir dan pelatihan, keterampilan khusus yang sesuai dengan potensi dan kebutuhan penerima zakat untuk memberdayakan diri. Disinilah peran ulama dan kaum profesional milik pemerintah dimaksimalkan.
Tahap keempat adalah tahap distribusi atau penyaluran dana zakat sesuai dengan hasil identifikasi pada tahap awal. Pada tahap ini penerima zakat, menerima bahagiannya dengan doa dan penuh syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berniat untuk mengelola dana dengan berhasil guna memperbaiki ekonominya.
Tahap kelima, adalah tahap pembinaan, monitoring dan evaluasi lengkap dari panitia. Pada tahap inilah dapat dilakukan perbaikan bila ternyata terjadi penyimpangan dilapangan. Tahap keenam adalah tahap pertanggung jawaban panitia kepada khalifah (penguasa). Pada tahap ini bila ada kekurangan panitia dievaluasi diperbaiki untuk pelaksanan berikutnya, yang waktunya akan ditentukan khalifah, sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya.
Tahap keenam adalah tahapan yang berkaitan dengan pertanggung jawaban kepada pemberi amanah yang dalam hal ini adalah khalifah atau pemerintah, pada tahap inilah penilaian di lakukan kepada semua aparat pelaksana, apakah mereka bekerja jujur atau justru banyak terjadi penyimpangan. Jika terjadi penyimpangan maka mereka yang menjadi pelaksana tidak hanya di pecat melainkan dengan sanksi yang tegas dan dapat membuat mereka yang menyimpang menjadi jera dan kembali kejalan yang benar.
Walaupun Indonesia adalah sebuah negara dengan mayoritas penduduknya muslim, potensi pembayar zakatnya yang sangat besar, belum mampu ditangani dengan baik karena panitia yang dibentuk belum melaksanakan sesuai dengan pendekatan tersebut. Padahal kalau mereka semua yang memiliki kekayaan wajib zakat, membayar dengan jujur sesuai ketentuan syariah akan diperoleh dana setiap tahun puluhan trilyunan rupiah, yang sesuai syariah dapat digunakan sebagian besar untuk pemberdayaan penduduk miskin dan peningkatan ekonomi umat.
2). Wakaf
Wakaf adalah bentuk lain penyerahan harta seseorang atau sekelompok orang  termasuk lembaga tertentu yang ditujukan untuk kemaslahatan umat. Wakaf karena Allah dapat dilakukan oleh siapapun untuk menanggulangi berbagai masalah sosial ekonomi yang dihadapi oleh umat manusia yang lebih bersifat jangka panjang. Penanganan masalah pendidikan, kesehatan, keamanan, dan kesejahteraan umat pada umumnya dapat ditanggulangi secara tepat melalui pengelolaan wakaf yang sesuai dengan keinginan atau wasiat pemberi wakaf. Jika wakaf ini dilaksanakan sesuai dengan tuntunan agama, maka akan sangat membantu umat untuk meningkatkan kesejahteraannya. Melalui peran pemerintah, ulama dan masyarakat yang menerima amanah, wakaf akan mampu meningkatkan kesejahteraan bersama umat manusia yang diwujudkan dalam suasana yang penuh kedamaian dan ketentraman. Perbaikan ekonomi umat merupakan salah satu wujud nyata dari realisasi pelaksanaan wakaf yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan berdasarkan syariah. Disinilah peran ulama dan kaum profesional milik pemerintah kembali dimaksimalkan.        




V. Penutup
Masyarakat di seluruh dunia, termasuk Indonesia secara khusus, telah berpengalaman dengan kemiskinan yang berkepanjangan dan bersifat multidimensi. Karena itu rumit persoalannya dan sulit diatasi. Namun tidaklah berarti bahwa manusia hanya akan pasrah menerima nasib, atau membiarkan mereka yang miskin untuk miskin selamanya. Berbagai upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah  dan semua  “stakeholder” lainnya  tidak  semuanya gagal bahkan pernah menunjukkan hasil yang lumayan. Kerja sama pemerintah dan ulama untuk memanfaatkan pajak rakyat, zakat maal dan wakaf yang sesuai dengan kebutuhan penduduk miskin akan sangat membantu mengurangi penderitaan penduduk dan meningkatkan kehidupan ekonomi umat. Dengan pemberdayaan yang tepat bagi penduduk yang membutuhkan berarti dana pajak, zakat dan wakaf akan sangat bermakna bagi kesejahteraan umat manusia. Dengan demikian insya Allah akan terwujud negara yang makmur aman dan damai yang diridhoi oleh Allah SWT.





Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Lintas Umum

Baca juga yang ini :



0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.