BERITA HEBOH TERDAHSYAT ABAD INI :

PENDAHULUAN


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Ilmu ekonomi merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana orang memilih menggunakan sumberdaya produksi yang terbatas untuk memproduksi berbagai komoditi, dan menyalurkannya ke berbagai anggota masyarakat untuk segera dikonsumsi (Nordhaus, 1998). Sehingga dapat disimpulkan bahwa inti dari kegiatan ekonomi ada tiga, yaitu: produksi, konsumsi dan distribusi.
Setiap orang selalu memiliki motivasi dalam melakukan aktivitas ekonomi. Secara umum, orang/perusahaan memiliki motivasi untuk memaksimalkan laba dalam setiap aktivitas produksinya. Dalam setiap melukukan aktivitas produksi, setiap produsen akan berusaha untuk mendapatkan keuntungan semaksimal mungkin, di mana hal ini bisa dicapai dengan menekan biaya atau dengan jalan menjual produk secara optimal (dengan harga yang tinggi dan kuantitas yang sebanyak mungkin).
Sedangkan dalam melakukan kegiatan konsumsi, motivasi orang secara umum adalah untuk memaksimalkan kepuasan (utilitas). Untuk mengukur seberapa besar tingkat kepuasan seseorang dapat kita lihat dari pemilihan (preferensi) dia terhadap barang yang dia suka untuk dikonsumsi.
Dalam ilmu ekonomi terdapat beberapa teori yang menjelaskan perilaku konsumsi, misalnya teori perilaku konsumen dengan pendekatan marginal utility, pendekatan indifference curve, hingga pendekatan karakteristik. Dalam pendekatan marginal utility, tingkat kepuasan seorang konsumen diasumsikan dapat dikuantifikasi dan akan mengikuti suatu pola law of diminishing masrginal utility. Sementara itu pendekatan karakteristik mencoba manjelaskan bahwa dasar  preferensi seorang konsumen adalah pada karakteristik yang terkandung dalam suatu barang atau jasa, bukan wujud barang itu sendiri. Misalnya seseorang menyukai nasi karena kandungan karbohidratnya yang tinggi, bukan karena nasi itu sendiri. Akan tetapi, di antara berbagai teori tersebut yang paling populer adalah pendekatan indifference curve, di mana utilitas tidak harus dinyatakan secara cardinal. Karenanya, pendekatan ini sering disebut sebagai pendekatan ordinal.
Apapun pendekatan yang digunakan, teori perilaku konsumsi dalam ekonomi konvensional tidaklah bebas nilai (value free). Pada dasarnya teori-teori tersebut berdiri di atas dua nilai dasar (fundamental values), yaitu:
(1) Rasionalisme ekonomi (economic rationalism), dan
(2) Utilitarianisme (utilitarianism).
Rasionalsisme ekonomi mengandung pengertian bahwa setiap konsumen berkonsumsi sesuai dengan sifatnya sebagai homo economicus. Secara lebih spesifik konsumen akan bertindak untuk memenuhi kepentingannya sendiri (self interest) di mana kalkulasi yang tepat dari setiap perilaku ekonominya untuk mencapai sukses  senantiasa diukur dengan capaian-capaian yang bersifat materialistik (Weber, 1958, h.52-76; Sen, A.K, 1987, h.15; Kahf, 1992, h. 63). Oleh karenanya, rasionalisme ini bermakna pada perjuangan untuk kepentingan diri yang yang senantiasa diukur dengan berapa banyak uang atau bentuk kekayaan lain yang diperoleh.
Secara sederhana makna utilitarianisme, seringkali disebut untilitarianisme hedonis, adalah suatu pandangan yang mengukur benar atau salah (juga baik atau buruk) berdasarkan kriteria ‘kesenangan’ dan ‘kesusahan’ (Miller, 1962, Chapra, 2001). Sesuatu dianggap benar dan baik seandainya sesuatu itu memberikan kesenangan, dan sebaliknya dianggap salah atau buruk seandainya tidak memberikan kesenangan. Dengan dua nilai dasar ini perilaku konsumsi seseorang akan bersifat individualis, diwujudkan dalam bentuk segala barang dan jasa yang dapat memberikan kesenangan atau kenikmatan. Jadi, sesuatu yang menyebabkan ‘susah’ tentu saja akan ditinggalkan, dan sesuatu yang membuat senang akan dikejar.
Pendekatan indifference curve merupakan pendekatan paling populer dan dipandang memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan pendekatan lainnya. Secara ringkas teori konsumsi pendekatan ordinal ini dapat disampaikan sebagai berikut:
Diasumsikan bahwa preferensi seorang konsumen dapat dinyatakan dalam suatu indifference curve (kurva kepuasan sama), yaitu kurva yang menunjukkan berbagai kombinasi benda-benda ekonomi yang dapat dikonsumsi dengan memberikan tingkat kepuasan yang sama. Indifference curve mamiliki asumsi bahwa benda-benda ekonomi merupakan subtitusi yang sempurna antara satu dengan lainnya. Hal ini berarti bahwa semua barang ekonomi akan memiliki nilai yang sama bagi konsumen, tidak ada yang lebih berharga atau lebih penting, dan tidak ada yang dilarang atau dianjurkan sepanjang memberikan tingkat kepuasan yang sama bagi konsumen. Jadi, misalnya, beras (bermanfaat bagi kesehatan dan sangat dibutuhkan) dan khamr/alkohol (merusak kesehatan dan dimusuhi) bernilai sama dan tetap akan dikonsumsi sepanjang memberikan kepuasan yang sama bagi konsumen.
Indifference curve dibangun atas nilai dasar kepuasan (utility). Seorang konsumen akan berusaha untuk mencapai kepuasan maksimum, sebagaimana ditunjukkan oleh Indifference curve yang semakin bergeser menjauhi titk origin (bergeser ke kanan atas). Dengan kata lain, tujuan utama seorang konsumen adalah mencari kepuasan setinggi-tingginya (maximization of utility) dalam konteks economic rationalism di atas. Jenis kualitas dan kuantitas benda ekonomi yang akan dikonsumsi adalah yang dapat memberikan kepuasan tertinggi bagi konsumen.
Upaya konsumen untuk mencapai kepuasan maksimum hanya akan dibatasi oleh jumlah anggaran keuangan yang dimilikinya. Jumlah anggaran dinyatakan dalam budged line, yaitu garis yang menunjukkan kombinasi pilihan benda-benda ekonomi yang dapat dibeli dengan suatu anggaran tertentu. Prinsip ini mengimplikasikan dua hal mendasar, yaitu: Pertama, bahwa batasan konsumsi seseorang hanyalah anggaran yang dimilikinya. Seseorang dapat mengkonsumsi apa saja sepanjang anggarannya memadai untuk itu. Tidak ada nilai-nilai lain yang secara prinsipil menjadi kendala terhadap perilaku konsumsi, kecuali anggaran; Kedua, bahwa seorang konsumen akan cenderung menghabiskan anggarannya demi mengejar kepuasan tertinggi yang bisa dicapainya, exhaustion of  budged is better than non-exhaustion. Jadi seseorang akan cenderung bersikap boros (israf/wastefull) demi mengrjar kepuasan maksimum.
Dalam realitas terdapat dua kemungkinan keadaan konsumen dalam mengalokasikan anggaran untuk mencapai kepuasan, yaitu: pertama, dengan anggaran yang telah tertentu ia berusaha untuk mencapai kepuasan maksimum, dengan kata lain indifference curve-nya menyesuaikan budged line-nya; dan kedua, pada tingkat kepuasan yang telah tertentu berusaha untuk dipenuhi dengan anggaran minimum, atau dengan kata lain budged line-nya menyesuaikan indifference curve-nya. Analisis grafis keadaan ini terdapat dalam gambar 1.1.

Teori perilaku konsumen dalam perspektif dibangun atas dasar syariah Islam, yang ternyata memiliki perbedaan mendasar dengan teori konvensional. Perbedaan ini menyangkut nilai dasar yang menjadi fondasi teori, motif dan tujuan konsumsi, hingga teknik pilihan dan alokasi anggaran untuk berkonsumsi. Terdapat tiga prinsip dasar yang menjadi fondasi bagi teori perilaku konsumsi, yaitu: keyakinan akan hari kiamat dan kehidupan akhirat, konsep sukses serta fungsi dan kedudukan harta (Kahf, 1992).
Seorang muslim harus meyakini dengan keimanan akan adanya hari kiamat dan kehidupan akhirat. Pada hari kiamat manusia akan dibangkitkan dari kematiannya, kemudian menerima kalkulasi pahala dan dosa akibat perilakunya di dunia (yaum al mizan). Setelah itu manusia akan menjalani kehidupan di surga atau neraka, sesuai dengan pahala atau dosa yang dimilikinya, yang bersifat kekal dan abadi. Dengan demikian cakrawala waktu kehidupan menjadi lebih panjang, tidak hanya kehidupan di dunia tetapi juga menjangka kehidupan setelah mati. Keyakinan ini membawa dampak mendasar pada perilaku konsumsi, yaitu: Pertama, pilihan jenis konsumsi akan diorientasikan pada 2 bagian, yaitu yang langsung dikonsumsi untuk kepentingan di dunia dan untuk kepentingan akhirat. Kedua, jumlah jenis pilihan konsumsi kemungkinan menjadi lebih banyak, sebab mencakup jenis konsumsi untuk kepentingan akhirat. Jenis konsumsi terakhir ini tidak dicakup dalam rasionalitas Max Weber, kecuali jika memiliki dampak seketika bagi kepuasan manusia.
Sukses dalam kehidupan seorang muslim diukur dengan moral agama Islam, dan bukan dengan jumlah kekayaan yang dimiliki. Semakin tinggi moralitas semakin tinggi pula kesuksesan yang dicapai. Kebajikan, kebenaran dan ketaqwaan kepada Allah merupakan kunci dalam moralitas Islam. Kebajikan dan kebenaran dapat dicapai dengan perilaku yang baik dan bermanfaat bagi kehidupan serta menjauhkan diri dari kejahatan. Ketaqwaan kepada Allah dicapai dengan menyandarkan seluruh kehidupan hanya karena (niat, motivation/niyah) dan hanya untuk (tujuan, objective/ghoyyah) Allah, dan dengan  cara (metode, method/manhaj) yang telah pula ditentukan oleh Allah.
Harta merupakan anugerah Allah dan bukan merupakan sesuatu yang dengan sendirinya bersifat buruk (sehingga harus dijauhi secara berlebihan). Harta merupakan alat untuk mencapai tujuan hidup jika diusahakan dan dimanfaatkan secara benar. Sebaliknya, harta juga dapat menjerumuskan kehidupan manusia ke dalam kehinaan jika diusahakan dan dimanfaatkan tidak sejalan dengan ajaran Islam.
Berdasarkan ketiga prinsip dasar di atas jelaslah bahwa konsumsi seorang muslim tidak ditujukan untuk mencari kepuasan masksimum sebagaimana dalam terminologi teori ekonomi konvensional. Tujuan konsumsi seorang muslim adalah untuk mencari kesuksesan dan kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat dalam bingkai moral Islam atau falah (hasanah fii al dunya wal akhirah). Jadi, seorang konsumen muslim harus mencari falah setinggi mungkin (maximization of falah) sebatas anggaran yang dimilikinya.
Konsumsi, Tabungan dan Investasi
Selain alokasi konsumsi yang relatif berbeda dengan dalam ekonomi konvensional, perilaku kosumsi yang Islami juga akan dipengaruhi oleh implementasi zakat dan pelarangan bunga. Bagi para muzakki (pembayar zakat) pengenaan zakat akan mengurangi disposible income dan sekaligus mendorong untuk pemanfaatan anggaran, baik untuk ditabung maupun diinvestasikan pada sektor produktif. Sementara itu, bagi penerima zakat (mustahik) adanya zakat justru akan meningkatkan disposible income-nya. Karena bunga dilarang, maka tabungan dan investasi masyarakat juga tidak boleh dikenakan bunga. Alternatifnya, jika tabungan ingin berkembang maka harus dimanfaatkan untuk investasi produktif dengan sistem bagi hasil. Jadi pelarangan bunga dengan sendirinya akan mendorong alokasi dana untuk investasi produktif.
Secara garis besar pendapatan seorang muslim akan dialokasikan untuk tiga keperluan, yaitu konsumsi total, tabungan dan investasi. Karena pentingnya ketiga hal ini maka konsumen akan memilih kombinasi sedemikian rupa sehingga memberikan tingkat maslahah yang maksimum. Dengan  mencapai tingkat maslahah maksimum diharapkan dapat diperoleh falah, yaitu kemuliaan di dunia dan di akhirat.
Bab ini membahas dampak implementasi zakat dan pelarangan bunga pada perilaku konsumsi serta kaitannya dengan tabungan dan investasi. Bagian awal membahas kaitan antara konsumsi total dengan tabungan, serta dampak dari zakat dan pelarangan bunga. Bagian selanjutnya membahas kaitan antara konsumsi total dengan pendapatan, dan akhirnya diakhiri dengan pembahasan investasi. Dalam analisisnya, bab ini kembali menggunakan kurva budget line dan maslahah indifference curve (MIC) yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya.
Konsumsi Total Mendorong Tabungan dan Investasi
Sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa secara garis besar seorang muslim akan mengalokasikan konsumsinya untuk dua jenis konsumsi, yaitu konsumsi untuk ibadah (Ci) dan konsumsi untuk duniawi (Cw). Dengan demikian konsumsi total (Ct) seorang muslim merupakan penjumlahandari konsumsi untuk ibadah dengan konsumsi untuk duniawi, atau dapat diformulasikan sebagai berikut :
Ct = Ci + Cw
Pendapatan yang siap dibelanjakan seorang muslim akan berbeda dengan bukan muslim, sebab terdapat zakat. Pendapatan seseorang yang telah memenuhi syarat akan dikenakan zakat sebesar 2,5%. Demikian pula harta yang menganggur (idle assets) juga akandikenai zakat, tentu saja juga jika telah memenuhi syarat. Implementasi zakat ini tentu saja akan mempengaruhi keputusan seseorang dalam berkonsumsi.
Alokasi anggaran konsumsi seseorang akan mempengaruhi keputusannya dalam menabung dan investasi. Seseorang biasanya akan menabung sebagian dari pendapatannya dengan beragam motif, antara lain : (1) untuk berjaga-jaga terhadap ketidakpastian masa depan, (2) untuk persiapan pembelian suatu barang konsumsi di masa depan, serta (3) untuk mengakumulasikan kekayaannya. Demikian pula, seseorang akan mengalokasikan sebagian dari anggarannya untuk investasi, yaitu menanamkannya pada sektor produktif. Dengan investasi maka seseorang rela mengorbankan konsumsinya sekarang dengan harapan akan mendapatkan hasil (return) di masa mendatang. Dengan adanya return di masa depan berarti akan terjadi akumulasi kekayaan yang dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Secara sederhana, alokasi pendapatan seseorang dapat diformulasikan sebagai berikut :
Y = Ct + S + I
Di mana :
Y = pendapatan
Ct = konsumsi total
S = tabungan
I = Investasi
Ajaran Islam sangat mendorong kegiatan menabung dan investasi. Rasulullah saw bersabda, “Kamu lebih baik meninggalkan anak keturunanmu kaya daripada miskin dan bergantung kepada belas kasih orang lain” (HR Bukhari-Muslim).
Bahkan, berbagai aturan Islam dalam mengelola harta membawa implikasi positif terhadap tabungan dan investasi ini, misalnya larangan terhadap penumpukan harta, pengenaan zakat terhadap harta yang menganggur melebihi khaul (batas waktu tertentu, misalnya 1 tahun), dan penghapusan bunga.  Hal yang terakhir ini kemudian disuguhkan alternatif sistem bagi hasil yang diperoleh melalui kerjasama investasi mudharabah dan musyarakah. Secara lebih rinci hal ini dibahas dalam uraian berikut ini.
Konsumsi Total dan Tabungan
Alokasi anggaran untuk konsumsi total dan tabungan memiliki hubungan negatif. Semakin tinggi anggaran yang dialokasikan untuk konsumsi total maka akan semakin kecil anggaran yang dialokasikan untuk tabungan. Sebaliknya sebakin banyak anggaran yang dialokasikan untuk tabungan maka semakin kecil konsumsi totalnya. Secara grafis alokasi anggaran untuk tabungan dan konsumsi total dapat digambarkan dalam budget line sebagaimana dalam gambar 7.1. di bawah. Akan tetapi, seseorang akan mencari kombinasi antara anggaran untuk tabungan dan konsumsi total ini sedemikian rupa sehingga tingkat maslahah (manfaat) yang diperolehnya maksimum. Ingat, bahwa tujuan utama konsumsi yang Islami adalah mencapai maslahah maksimum sehingga dapat diperoleh falah. Tingkat maslahah yang lebih tinggi digambarkan oleh maslahah indifference curve (MIC) yang semakin bergeser ke kanan atas. Posisi optimal alokasi anggaran yang memberikan maslahah maksimum berada pada titik E, yaitu MIC paling yang menyentuh budget line.

Penerapan Zakat dan Pelarangan Bunga
Sebagaimana diketahui, ajaran Islam menerapkan zakat dan melarang bunga. Zakat dikenakan atas pendapatan dan harta yang telah memenuhi syarat, sedangkan bunga dalam tingkat berapapun dan untuk tujuan apapun dilarang. Penerapan zakat di satu sisi dan pelarangan bunga di sisi lain akan memiliki dampak yang penting bagi alokasi anggaran dalam konsumsi total dan tabungan dari seorang konsumen. Dampak pengenaan zakat terhadap konsumen (yang telah wajib membayar zakat) antara lain yaitu:
Pada masing-masing tingkat anggaran, zakat akan mendorong konsumen (pembayar zakat/muzzaki) untuk meningkatkan rasio tabungannya. Peningkatan rasio tabungan ini dilakukan karena konsumen ingin mempertahankan tingkat kekayaannya dari penurunan nilai akibat pengenaan zakat, sebab zakat dikenakan atas kekayaan bersih (net wealth) yang menganggur (idle) serta pendapatan. Peningkatan rasio tabungan karena pengenaan zakat ini disebut saving effect.
Zakat dikenakan atas kekayaan bersih yang menganggur, baik dalam arti benar-benar tidak terpakai atau tengah menunggu untuk digunakan produksi. Hal ini tidak saja akan mendorong konsumen untuk meningkatkan rasio tabungannya, tetapi sekaligus akan memanfaatkan tabungannya untuk kegiatan ekonomi produktif atau investasi. Jadi, dengan adanya zakat maka akan terdapat kaitan yang erat antara peningkatan tabungan dengan investasi sekaligus.
Adanya zakat akan mengingkatkan pendapatan yang siap dibelanjakan dari para konsumen penerima zakat (mustahiq), sehingga akhirnya juga akan meningkatkan konsumsi total – bahkan tabungan mereka. Jadi, zakat merupakan sebuah mekanisme re-distribusi kekayaan yang efektif. Perlu diperhatikan bahwa para penerima zakat bukan saja dari kelompok konsumen berpendapatan rendah atau kekurangan (fakir, miskin, orang yang banyak berhutang, orang yang sedang dalam perjalanan, orang yang sedang berjihad di jalan Allah) tetapi juga kelompok lainnya yang meungkin memiliki tingkat pendapatan memadai (misalnya; amil, orang yang baru saja masuk Islam atau keislamannya lemah). Hal ini berarti bahwa zakat akan meningkatkan rasio tabungan masyarakat secara keseluruhan.
Pelarangan terhadap bunga akan menyebabkan hilangnya pendapatan bunga, sehingga menurunkan pendapatan total. Tetapi sesungguhnya penurunan ini bersifat sementara, karena adanya zakat akan mendorong seorang konsumen untuk meningkatkan rasio tabungannya dan sekaligus investasi yang pada masa depan kemungkinan akan memberikan pendapatan baru (berupa income on investment). Jadi, dalam jangka panjang kemungkinan justru akan terjadi kenaikan tingkat pendapatan konsumen akibat pelarangan bunga ini.
Untuk mempermudah membandingkan analisis adanya zakat dan pelarangan bunga dengan tidak, maka anggaplah terdapat tiga kasus yang berbeda, yaitu:
Konsumen yang membayar zakat dan tidak memungut bunga
Konsumen yang tidak membayar zakat dan memungut bunga
Konsumen yang tidak membayar zakat dan tidak memungut bunga
Dalam analisis ini anggaplah bahwa ketiga kosumen di atas memiliki pendapatan yang sama dan tidak memiliki sumber pendapatan lain, kecuali jika mempraktekkan pembungaan uang (income on interest). Keadaan yang pertama, misalnya, banyak terjadi pada masyarakat sekuler-modern-non Islam, di mana praktek bunga merajalela sementara zakat tidak dibayarkan. Adanya bunga (tingkat bunga i > 0) akan menambah pendapatan yang siap dibelanjakan dari seorang konsumen. Dalam grafik pada gambar 7.2 budget line-nya adalah YY’, sedangkan tingkat konsumsi totalnya adalah C’ dan tabungannya adalah S’. Dalam keadaan terdapat bunga (i > 0) maka budget line YY’ memiliki slope sebesar {(1+i)/1}.
Sementara itu dalam kasus kedua tidak terdapat praktek pembungaan uang (tingkat bunga i = 0) tetapi sekaligus zakat juga tidak dibayarkan. Dihapuskannya bunga ini akan menurunkan disposible income dari konsumen,sebab ia kehilangan pendapatan dari bunga. Garis anggaran pada kasus ini adalah YY, sementara tingkat konsumsi totalnya adalah C dan tingkat tabungannya adalah S. Pada kasus terakhir, disposible income dari konsumen akan semakin menurun, sebab selain ia tidak lagi memperoleh pendapatan bunga, ia juga harus mambayar zakat. Garis anggaran kasus terakhir ini adalah YY”, sementara tingkat konsumsi totalnya adalah C” dan tingkat tabungannya adalah S”.
Jika kita bandingkan ketiga keadaan di atas, maka nampaklah bahwa YY’ >YY>YY”. Jadi, adanya kewajiban zakat dan pelarangan terhadap bunga ternyata akan menurunkan disposible income dari konsumen. Akibatnya, maslahah indifference curve juga kan mengalami penurunan (MIC  MIC’  MIC”), sejalan dengan penurunan disposible income. Hal ini tentunya sangat wajar, sebab konsumen tidak memiliki pendapatan lain di luar dari pembungaan uang.
Selain itu, terdapat beberapa hal menarik dari kasus ini, antara lain:
Hilangnya pendapatan dari bunga  ternyata justru berdampak terhadap meningkatnya pengeluaran untuk konsumsi total, sebaliknya adanya penghasilan dari bunga ternyata justru mengurangi pengeluaran untuk konsumsi total. Dari komponen konsumsi total yang mungkin dikurangi adalah konsumsi untuk ibadah, sebab orang yang kurang beriman (karena memakan riba) akan cenderung mempertahankan tingkat konsumsi untuk duniawinya. Dengan kata lain, untuk tingkat pendapatan tertentu tingkat konsumsi untuk duniawi cenderung tetap (fixed), sedangkan konsumsi untuk ibadah cenderung berubah (variable). Dalam suatu masyarakat yang mempraktekkan riba secara luas, maka tingkat konsumsi untuk ibadahnya cenderung kecil.
Bagian dari anggaran
1.2 Rumusan Masalah
Penelitian ini membahas tentang preferensi muslim dalam memilih Lembaga Amil Zakat. Secara spesifik, dua pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi preferensi seorang muslim terhadap LAZ?
2. Apakah dalam pemilihan LAZ faktor-faktor tersebut berpengaruh secara berbeda studi kasus: muslim pengguna layanan Rumah Zakat Indonesia DSUQ dan PKPU?

1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi muslim terhadap LAZ.
2. Mengetahui perbedaan pengaruh dari faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi muslim terhadap LAZ, studi kasus: muslim pengguna layanan Rumah Zakat Indonesia DSUQ dan PKPU.

1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat kepada:
1. Lembaga Amil Zakat dalam mengambil kebijakan yang terkait dengan pelayanan kepada muzakki.
2. Pemerintah dan masyarakat dalam mengevaluasi dan mendukung pengembangan organisasi pengelola zakat di Indonesia.

1.5 Metode Penelitian
Penelitian ini dirancang untuk mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi mempengaruhi preferensi muslim terhadap LAZ dan mengetahui perbedaan pengaruh faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi muslim terhadap LAZ studi kasus: RZI DSUQ dan PKPU. Penelitian ini diawali dengan Focus Group Discussion (FGD) dengan pihak  LAZ baik itu RZI DSUQ dan PKPU untuk mendapatkan variabel-variabel yang diduga mempengaruhi preferensi muslim terhadap LAZ. Dilanjutkan dengan pengumpulan data primer melalui sebuah survei terbatas yang melibatkan muslim pengguna layanan Rumah Zakat Indonesia DSUQ dan PKPU khususnya di wilayah kota Yogyakarta dan sekitarnya. Data yang terkumpul kemudian dianalisis baik secara deskriptif maupun inferensial.

1.5.1 Tipe Penelitian
Penelitian ini bersifat exploratory, dimana peneliti menggali secara mandiri variabel-variabel yang mempengaruhi preferensi muslim terhadap LAZ. Dalam exploratory research (qualitatvive) dapat digunakan dua metode yaitu In Depth Interview (IDI) dan Business Intelligence dengan Focus Group Discussion (FGD). Dalam menentukan variabel-variabel yang mempengaruhi preferensi muslim dalam memilih LAZ peneliti menggunakan metode FGD dengan pihak LAZ baik itu RZI DSUQ dan PKPU.

1.5.2 Data dan Sumber Data
1.5.2.1 Kriteria Responden dan Penentuan Populasi
Kriteria responden adalah sebagai berikut:
1. Umur responden ≥18 tahun/ telah menikah/ telah menjadi mahasiswa.
2. Tidak ada anggota keluarga yang bekerja di LAZ.
3. Merupakan muslim pengguna layanan LAZ RZI DSUQ atau PKPU

Populasi penelitian ini adalah muzakki zakat maal yang menggunakan layanan LAZ.

1.5.2.2. Ukuran Data dan Pengambilan Sampel
Cara pengambilan sample dilakukan dengan non probability sampling berupa purposive sampling. Non probability sampling adalah metode pengambilan sampel yang setiap anggota populasinya tidak mengetahui akan dipilih sebagai subyek atau probablilitas tidak diketahui. Purposive sampling adalah metode pengumpulan informasi dari target-target tertentu, yaitu orang-orang tertentu yang dapat memberikan informasi yang dibutuhkan atau karena mereka sesuai dengan kriteria yang dibutuhkan oleh peneliti  (Sekaran, 1992).
Responden diambil secara acak (random) dengan metode purposive sampling dari muslim pengguna layanan Rumah Zakat Indonesia DSUQ dan PKPU di wilayah kota Yogyakarta dan sekitarnya. Untuk mewakili populasi tersebut dengan mempertimbangkan waktu dan biaya akan diambil sampel sebanyak 50 responden dari muslim pengguna layanan Rumah zakat Indonesia DSUQ dan PKPU di wilayah kota Yogyakarta dan sekitarnya.


1.5.2.3. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Variabel  Terikat (Dependent Variable):Variabel terikat yang digunakan adalah “Sikap muslim terhadap keputusan untuk membayar zakat di LAZ”.
Variabel Bebas (Independent Variable): Variabel bebas yang digunakan adalah indikator-indikator yang mempengaruhi preferensi muslim terhadap LAZ antara lain: “program-program yang bagus”, “birokrasi LAZ yang singkat”, “adanya transparansi sistem akuntansi dan manajemen keuangan serta laporan keuangan yang diaudit”, “memiliki komite penyaluran yang bersifat transparan”, “pelayanan yang cepat”, “fasilitas yang lengkap”, “informasi/pengetahuan dari responden tentang afiliasi LAZ terhadap pihak tertentu (NGO, parpol, LSM, dan kelompok pergerakan Islam tertentu)”, “administrasi dan pelaporannya lengkap”, “netralitas ketidakberpihakan LAZ pada suatu kepentingan apapun, misal: suku, golongan, dan lain-lain)”, “independensi LAZ (LAZ yang bebas dari intervensi pihak lain)”, “adanya sistem jemput bola ke donatur dalam pengumpulan zakat”, “adanya layanan online. Selain itu juga terdapat indikator lain, indikator motivasi untuk membayar zakat di LAZ yakni: “saran/dorongan dari orang tua”, “saran /dorongan saudara/ anggota keluarga yang lain”, “saran/dorongan teman terdekat”, “saran/dorongan pegawai LAZ”, “saran/dorongan ulama/ orang yang disegani”. Juga terdapat indikator agamis antara lain: “mengerjakan empat diantara rukun Islam yang lima (syahadat, sholat, puasa, zakat), “selalu berniat/ melakukan haji ke Baitullah”, “mengerjakan sholat sunnah rawatib”, “menjalankan puasa sunnah senin&kamis”.
 


1.5.2.4 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan dua cara yaitu penelitian kepustakaan dan dan penelitian lapangan. Cara yang pertama yaitu pengambilan data sekunder yang diperoleh dari perpustakaan, termasuk didalamnya jurnal-jurnal, buku-buku dan beberapa referensi lain. Cara yang kedua yaitu cara yang digunakan untuk mendapatkan data primer yang diperoleh dari penelitian lapangan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data dikumpulkan dengan metode kuesioner.
Data yang berasal dari responden diperoleh dengan cara self administered questionnaires. Pemakaian kuesioner dalam penelitian ini mempertimbangkan alasan-alasan sebagai berikut:
1. Subyek sendiri yang paling tahu tentang dirinya.
2. Apa yang dinyatakan oleh subyek tentang pertanyaan-pertanyaan adalah benar.
3. Interpretasi subyek tentang pernyataan-pernyataan yang diajukan kepadanya adalah sama dengan yang dimaksud oleh peneliti.

1.5.3 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan untuk mengukur variabel-variabel di atas adalah skala Likert yang terdiri atas lima gradasi, yaitu: sangat tidak setuju (1), tidak setuju (2), netral (3), setuju (4), sangat setuju (5). Salin itu juga untuk menyatakan frekuensi indikator juga terdapat skala Likert dengan lima gradasi, yaitu: tidak pernah (1), jarang (2), kadang-kadang (3), sering (4), sangat sering (5). Ketepatan dan keandalan instrumen ini selanjutnya akan diukur dengan menggunakan uji validitas dan uji reliabilitas.
1.5.3.1 Uji Validitas
Validitas adalah  tingkat ketepatan penggunaan alat pengukur itu terhadap suatu gejala. Analisis ini digunakan untuk mengetahui seberapa cermat suatu tes melakukan fungsi ukurnya. Semakin tinggi Validitas suatu alat ukur, semakin tepat pengukuran itu mencapai sasaran. Untuk menguji valid atau tidaknya pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner, maka sebelumnya akan diuji terlebih dahulu dengan menyebarkannya pada 10 orang responden.
Untuk mengukur validitas kuesioner yang diberikan kepada responden, digunakan rumus korelasi Product Moment dari Pearson (Hadi, Sutrisno,1991), yaitu:

Di mana:
  = Koefisien korelasi setiap item
  = Nilai setiap item
  = Nilai total setiap item
  = Banyaknya responden
Besarnya   dapat dihitung dengan menggunakan korelasi, di mana taraf signifikan () = 5 %. Apabila R hitung lebih besar daripada   tabel maka ada korelasi yang nyata antara kedua variabel tersebut, sehingga kuesioner sebagai alat pengukur dikatakan valid dan demikian juga sebaliknya.
1.5.3.2 Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah tingkat kestabilan suatu alat ukur, maka semakin stabil alat ukur berarti semakin stabil untuk digunakan mengukur suatu gejala. Tes ini hanya digunakan untuk yang valid. Tingkat reliabilitas diukur dengan menghitung koefisien Alpha () dari Cronbach yang besarnya berkisar antara 0 sampai dengan 1. Semakin besar koefisien Alpha (semakin mendekati 1) semakin tinggi tingkat kepercayaan alat ukur tersebut.  
Koefisien Alpha dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: (Sutrisno Hadi, 1991)
 
Di mana :
  = Variasi butir-butir
  = Variasi total (faktor)
M = Jumlah butir
Jika hasil r tot > r tabel, maka kuesioner sebagai alat ukur dikatakan andal (reliable), dan demikian juga sebaliknya. Dalam pengujian instrumen ini penulis menggunakan program komputer SPSS 12.00 for windows.

1.5.4 Analisis Data
1.5.4.1 Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif digunakan terutama untuk menjelaskan karakteristik sampel. Analisis deskriptif ini dilakukan antara lain dengan menentukan nilai rata-rata, nilai tengah, dan penyebaran data, yang disajikan dalam bentuk tabel, grafik, atau diagram lingkar.

1.5.4.2 Analisis Inferensial
Analisis inferensial atau sering juga disebut analisis induktif digunakan untuk menganalisis data sampel yang hasilnya akan digeneralisasikan untuk mewakili populasi. Tahap-tahap analisis inferensial adalah sebagai berikut:
1. Analisis Faktor
Untuk menyeleksi dan mengelompokkan indikator menjadi faktor. Indikator yang ada diperoleh dari Focus Group Discussion (FGD) dengan pihak LAZ, RZI DSUQ dan PKPU.
2. Uji Reliabilitas
Untuk menguji sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Secara empiris, tinggi rendahnya reliabilitas ditunjukkan oleh suatu angka yang disebut koefisien reliabilitas. Secara teoritis, besarnya koefisien reliabilitas berkisar antara 0 sampai 1, tetapi pada kenyataannya koefisien sebesar 0 dan 1 tidak pernah dijumpai (Sekaran, 2000). Koefisien reliabilitas yang semakin mendekati 1 berarti semakin dapat dipercaya. Uji reliabilitas dilakukan setelah proses analisis faktor. Uji reliabilitas menggunakan teknik Cronbach Alpha.

3. Analisis Regresi
Untuk melihat perbedaan pengaruh faktor-faktor, yakni untuk mengetahui manakah dari faktor-faktor yang terbentuk nantinya yang akan paling mempengaruhi sampai dengan yang paling tidak mempengaruhi preferensi muslim terhadap LAZ.
4. Uji t (t test)
1. Menentukan Hipotesa
H0 = Diduga faktor secara individu Tidak Signifikan mempengaruhi sikap muslim dalam keputusan membayar zakat di LAZ
H1 = Diduga faktor secara individu Signifikan mempengaruhi sikap muslim dalam keputusan membayar zakat di LAZ.
2. Menghitung Nilai Statistik Uji t (Santosa, 2000)
Rumus uji t :

Di mana :
  = Rata-rata sampel
= Rata-rata populasi
  = Deviasi standar sampel
  = Jumlah sampel
Dengan derajat keyakinan 95%, level of significance () 5 % dan degrees of freedom = n-1
3. Pengambilan keputusan
Jika t statistik < t tabel atau probabilitas > 0.05 maka   diterima artinya pengaruh suatu faktor terhadap sikap muslim dalam keputusan untuk membayar zakat di LAZ adalah Tidak Signifikan.
Jika t statistik > t tabel atau probabilitas < 0.05 maka   ditolak, artinya pengaruh suatu faktor terhadap sikap muslim dalam keputusan untuk membayar zakat di LAZ adalah Signifikan.
Untuk mengetahui bahwa pengaruh suatu faktor dengan mengukur tingkat kesetujuan muslim terhadap pernyataan yang diajukan, maka pengujian menggunakan t-test ini dapat dilakukan berulang-ulang dengan mengubah besaran test value sesuai kebutuhan.

5. Uji F (F test)
Salah satu alat statistika yang bisa digunakan untuk melakukan uji hipotesa adalah Anova (analysis of variance) atau uji F satatistik. Kelebihan Anova dibandingkan dengan uji t, uji z ataupun   yaitu dapat digunakan untuk melakukan uji hipotesa lebih dari dua variabel atau populasi. Dengan menggunakan Anova dapat diambil kesimpulan apakah sampel diambil dari populasi yang memiliki rata-rata sama (Budiyuwono, 1996:283).
  1.  Menentukan Hipotesa
 
2.  Menghitung nilai statistik uji F (Santosa, 2000)
 Rumus uji F :


Di mana :
   = Sum of Square Treatment (SST)
     = Derajat kebebasan pembilang (numerator)
 = Sum of Square Error (SSE)
   = Derajat kebebasan penyebut (denumerator)
Dengan level of significance () 5 % dan degrees of freedom = n-1
3.   Pengambilan keputusan
Apabila nilai F statistik lebih besar dari F tabel ( ditolak), maka menurut kaidah statistik faktor-faktor tersebut secara keseluruhan Signifikan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa variabel-variabel bebas tersebut secara serentak mampu menjelaskan perubahan yang terjadi pada variabel terikatnya. Dalam hal ini faktor-faktor tersebut secara serentak mampu mempengaruhi sikap muslim dalam keputusan untuk membayar zakat di LAZ.
Sebaliknya apabila nilai F statistik lebih kecil dari F tabel ( diterima), maka menurut kaidah statistik variabel-variabel tersebut secara keseluruhan tidak signifikan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa secara serentak variabel-variabel bebas tersebut tidak mampu menjelaskan perubahan yang terjadi pada variabel terikatnya. Dalam hal ini faktor-faktor tersebut secara serentak tidak mampu mempengaruhi sikap muslim dalam keputusan untuk membayar zakat di LAZ.


1.6 Sistematika Penulisan
Penelitian ini selanjutnya akan disajikan dalam struktuk penulisan sebagai berikut:
1. Bab I Pendahuluan berisi penjelasan tentang konsep dasar dan rencana penelitian, di antaranya latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian.
2. Bab II Tinjauan Pustaka berisi penjelasan tentang berbagai hal yang terkait dengan zakat, Lembaga Amil Zakat, dan muslim sebagai pelaku ekonomi (economic agent).
3. Bab III Gambaran Umum berisi rincian penjelasan tentang gambaran umum obyek penelitian yakni organisasi Lembaga Amil Zakat dan profil Lembaga Amil Zakat Rumah Zakat Indonesia Dompet Sosial Ummul Quro’ (RZI DSUQ) dan Pos Keadilan Peduli Ummat (PKPU).
4. Bab IV Hasil dan Pembahasan berisi penjelasan tentang data dan hasil analisis data, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif (deskriptif dan inferensial).
5. Bab V Penutup berisi simpulan hasil penelitian dan saran-saran yang relevan, baik bagi lembaga amil zakat, masyarakat, maupun pemerintah.

Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Lintas Umum

Baca juga yang ini :



0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.