BERITA HEBOH TERDAHSYAT ABAD INI :

ANTARA ZAKAT, KEMISKINAN DAN KEADILAN




ANTARA ZAKAT, KEMISKINAN DAN KEADILAN






TIM PENYUSUN

RUSLI
TRI WAHONO














KELOMPOK STUDI EKONOMI ISLAM
LEMBAGA DA’WAH MUSHOLLA AN-NUUR
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MULAWARMAN
2008
Antara Zakat, Kemiskinan, dan Keadilan

Pendahuluan
Indonesia mempunyai Undang – Undang Dasar 1945 dan Undang – Undang Dasar 1945 ini, mempunyai isi yang berhubungan erat dengan kehidupan masyarakat di Indonesia. Baik dari tentang kenegaraannya, pendidikannya, hukumnya, sumber daya alamnya, kesejahteraannya dan lain sebagainya. Coba kalau kita melihat satu sisi yang selama ini selalu menjadi kendala di Indonesia yaitu tingkat kesejahteraan masyarakat dan keadilannya. Di Pembukaan Undang – Undang Dasar 1945 dikatakan bahwa negara Indonesia ini mempunyai tujuan antara lain memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dalam Undang – Undang Dasar 1945 juga menjanjikan bahwa fakir miskin dan anak – anak terlantar di pelihara oleh negara. Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.
Kalau kita mengaris bawahi memajukan kesejahteraan umum dan keadilan sosial maka akan timbul pertanyaan yang ada pada diri kita, apakah kesejahteraan yang ada di masyarakat dan keadilan sosial itu sudah dapat berjalan dengan baik di Indonesia? Kalau kita berpikir dan menjawab pertanyaan tersebut maka jawaban kita adalah belum berjalan dengan maksimal. Bahkan jika ini merupakan suatu cita – cita negara Indonesia maka hal itu itu dirasakan jauh dari harapan. Permasalahan yang ada mulai dari tingkat kemiskinannya, ketidakmerataan pendapatan, pengangguran hingga rendahnya kualitas sumber daya manusia merupakan suatu permasalahan yang tidak akan selesai jika kita tidak memakai konsep Islam.
Menurut survey BPS 2005, jumlah penduduk kategori sangat miskin dengan kriteria pendapatan Rp. 120.000/orang/bulan mencapai 4,7 juta KK (kepala Keluarga) atau sekitar 16 juta jiwa. Penduduk dengan kategori miskin dengan kriteria pendapatan Rp. 150.000/orang/bulan berjumlah 10 juta KK atau sekitar 40 juta jiwa. Diatas jumlah itu terdapat penduduk hampir miskin dengan kriteria pendapatan Rp 175.000/orang/perbulan berjumlah 15,5 juta KK atau sekitar 62 juta jiwa. Padahal apalah artinya Rp. 175.000/bulan, kalau digunakan untuk makan saja dan kita juga mendefinisikan bahwa jatah makan orang sehari sekitar Rp. 6000. Fenomena inilah yang harus diperhatikan oleh pemerintah Indonesia saat ini. Maka daripada itu kami mengajak saudara untuk menggunakan konsep kislaman yang ada terkhususnya untuk pemerintahan kita.
Islam adalah agama yang menawarkan pandangan hidup yang seimbang dan terpadu untuk kebahagiaan dunia dan akhirat. Sepanjang yang kita ketahui bahwa, ajaran – ajaran Islam itu bersifat dinamis dan selalu reponsif terhadap tuntutan – tuntutan perkembangan zaman. Jika Islam itu terlihat mandek/Jumud, maka yang sesungguhnya yang stastis dan beku adalah pemikiran – pemikiran umat Islam itu tentang agamanya sendiri. Islam sendiri sebagai agama wahyu untuk umat manusia sampai akhir zaman niscaya mempunyai potensi untuk selalu dinamis, reponsif dan mampu memecahkan segala permasalahan manusia termasuk permasalahan yang ada di negara kita. Maka dari itu kita harus bisa menjalankan konsep Islam itu secara utuh atau Khaffah.
Banyak kalangan yang melihat bahwa Islam tidak berurusan dengan perekonomian dan lebih mempriotaskan ibadah ritual. Itupun kalau kita berbicara dari aspek ekonominya. Dan hal ini dikarenakan dunia ekonomi khususnya bisnis atau Muamalah dianggap dunia hitam yang penuh kelicikan dan tipu daya. Disisi lain para cendikiawan dan ekonom memandang Islam dengan sistem nilai dan tatanan normatif, serta sebagai faktor penghambat pembangunan. Sedangkan penganut paham liberalisme dan pragmatisme sempit menilai bahwa kegiatan ekonomi dan keuangan akan semakin meningkat dan berkembang bila dibebaskan dari nilai – nilai normatif dan rambu – rambu Illahi. Kalau kita berpikir seperti itu maka kita belum bisa menanamkan konsep keislaman kita secara utuh/Khaffah. Sebenarnya konsep keislaman tidak hanya sebatas itu saja tapi semua sistem itu diatur oleh Islam. Baik itu dari aspek hukumnya, ekonominya, aturan – aturannya politiknya, hankamnya, maupun ketatanegaraannya.
Kali ini kita akan membicarakan suatu kegiatan keislaman dilihat dari aspek ekonominya yaitu sistem zakat (termasuk infaq dan shadaqhoh). Sebenarnya sistem zakat merupakan salah satu dari pembangunan perekonomian dalam sebuah negara. Dan dalam bermasyarakat mungkin kita akan selalu berusaha keras supaya terhindar dari kemiskinan untuk kebutuhannya dan lebih lanjut agar dapat mengeluarkan zakat dan sedekah. Nabi Muhammad SAW membangun lembaga zakat sebagai sistem mewujudkan keadilan ekonomi dan distribusi kekayaan sosial terkhususnya dalm suatu tatanan negara. Sistem ini menstransformasikan masyarakat dari masyarakat yang timpang secara sosial ekonomi, kearah masyarakat yang adil dan makmur dengan memanfaatkan sumber – sumber keuangan yang ada dalam masyarakat yang terdiri dari: zakat, infaq, sedekah, bea cukai, jizyah, serta wakaf yang dimana itu semua di kelola lewat Baitul al-Mal.
 Sumber kekayaan ada pada kelompok kaya yang disebut muzakki, dana tersebut lalu didistribusikan kepada yang berhak disebut mustahiq. Kunci keberhasilan pengelolaan zakat ada pada pengelolannya/amilnya karena itu lembaga ini harus mendapatkan kepastian hukum dan idealnya sistem dilakukan oleh negara. Zakat sering dipahami hanya ibadah personal, bukan ibadah yang sifatnya melibatkan banyak orang. Sebagian besar juga orang memahami zakat itu secara tradisional bahwa zakat adalah suatu kewajiban agama yang melibatkan antara muzakki dengan mustahiq dan hubungan keduanya hanya bersifat tradisional, dalam artian bahwa muzakki cukup membayar zakat menurut perhitungannya secara langsung kepada mustahiq yang dipilihnya sendiri.
Dengan pemahaman seperti ini maka tidak akan memberikan memberikan efek yang besar bagi perekonomian dan sosial di masyarakat maupun negara. Coba kita melihat dari sisi kesejahteraan ummat, zakat adalah ibadah maaliyah ijtima’iyah yang memiliki posisi yang sangat penting, strategis dan menentukan. Sebagai suatu ibadah pokok, zakat sangat asasi dalam Islam dan termasuk dalam salah satu rukun (rukun keempat) dari lima rukun Islam. Zakat merupakan sejenis sadhaqah yang wajib hukumnya untuk dikumpulkan dan didistribusikan sesuai dengan ketentuan islam yaitu dibagikan kepada delapan kelompok atau disebut juga dengan nama Asnaf. Delapan kelompok/Asnaf itu antara lain: fakir, miskin, amilin, muallaf, gharimin, budak, sabilillah, dan ibnu sabil. Dan zakat merupakan sumber pemasukan kekayaan negara yang manfaat dan maslahatnya harus dikembalikan kepada mereka dalam bentuk natura jasa maupun fasilitas umum, sesuai dengan ijtihad kebijakan Khalifah Umar r.a yang keras dengan kebatilan.
Dalam pemikiran Mas’udi di bukunya ”Agama Keadilan: Risalah Zakat (Pajak) Dalam Islam” mengkaji tentang zakat yang dimana dikatakan bahwa zakat distribusi zakat mempunyai perspektif yang luas sesuai dengan kondisi kehidupan sosial ekonomi masyarakat dalam konteks kekinian. Secara implisit pemikiran ini memberikan pengertian bahwa dana zakat dapat memberikan manfaat besar dalam upaya peningkatan kesejahteraan semua lapisan masyarakat tanpa membedakan suku, ras, dan agama. Secara tidak langsung dana zakat ini ikut juga membantu program pembangunan nasional yang ada di Indonesia.

Pengertian Zakat
Didalam Al-Qur’an banyak sekali pengertian yang menjelaskan tentang Zakat seperti Al-Qur’an Surah Al-A’raf (7):156, QS At-Taubah (9):58, QS At-Taubah (9):60, QS At-Taubah (9):103, dan lain – lain. Menurut DR. Yusuf Al – Qardawi mengatakan bahwa zakat jika ditinjau dari segi bahasa mempunyai arti berkah, tumbuh, bersih, dan baik. Sedangkan dari segi istilah fiqh berarti ”sejumlah harta tertentu yang di wajibkan oleh Allah diserahkan kepada orang – orang yang berhak”. Adapun orang – orang yang berhak menerima zakat ini kita bisa melihatnya didalam Al-Quran Surah At-Taubah:60 antara lain:
a. Fakir adalah orang yang tidak mempunyai mata pencaharian tetap yang dapat memenuhi hajat hidup dirinya dan keluarganya pada batas minimal.
b. Miskin adalah orang yang memiliki mata pencaharian tetap, tetapi tidak mencukupi kebutuhan dirinya dan keluarganya pada batas minimal.
c. Amilin adalah sekelompok orang yang pekerjaan sehari – harinya mengelola zakat.
d. Mu’allaf adalah orang yang baru masuk agama Islam, yang dilembutkan hatinya agar dia dapat mengajarkan agama Islam dengan tenang.
e. Riqab adalah hamba sahaya yang berstatus budak.
f. Gharimin adalah orang yang terlilit hutang dan tidak mempunyai sumber penghasilan yang dapat diharapkan untuk melunasi hutangnya.
g. Sabilillah adalah orang yang berjuang dijalan Allah.
h. Ibnu Sabil Adalah orang yang kehabisan bekal saat melaksanakan perintah agama.
Dari QS At-Taubah ayat 60 diatas menjelaskan tentang golongan orang – orang yang berhak menerima zakat (Mustahik), golongan fakir miskin dalam ayat tersebut menempati prioritas yang utama. Tidak boleh zakat diberikan kepada penerima zakat/mustahik jika fakir dan miskinnya sendiri tidak diperhatikan dan belum tercukupi. Dan menurut ulama besar seperti Imam Syafi’i, Imam An-Nasa’i dan Imam Malik bahwa memprioritaskan pemberian kepada fakir miskin hingga tercukupi kebutuhannya adalah jauh lebih baik daripada membagikannya dalam jumlah yang sangat sedikit kepada seluruh penerima zakat (asnaf). Jika jumlah zakat itu besar, maka mustahik lain berhak menerimanya termasuk asnaf sabilillah. Menurut sebagian ulama zakat untuk sabilillah mempunyai cakupan yang luas seperti untuk mendirikan rumah sakit, lambaga pendidikan, mendirikan mesjid, yang dimana memberikan suatu manfaat yang sangat besar kepada seluruh ummat Islam.

Pengelolaan Zakat
Pada zaman Nabi Muhammad SAW dan para khilafah, zakat merupakan suatu lembaga negara, sehingga menjadi kewajiban negara untuk menghitung kewajiban zakat para warga negaranya serta mengumpulkannya. Nabi dan para khalifah membentuk badan pengumpul zakat, dan masing – masing gubernur juga melakukan hal yang sama di wilayahnya. Zakat yang sudah terkumpul dimasukkan ke baitul mal dan pengguna/penerima zakat itu ditentukan oleh pemerintah berdasarkan ketentuan – ketentuan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Bila dalam suatu masyarakat atau negara muslim tidak mempunyai badan nasioanal resmi pengumpul zakat, maka pengelolaan zakat itu dilakukan oleh sekelompok individu muslim atau institusi – institusi tertentu untuk kepentingan ummat Islam itu sendiri. Badan pengumpul zakat harus terdiri dari orang – orang yang memahami ajaran – ajaran Islam dengan baik dan memiliki kejujuran. Dua syarat ini harus mutlak dipunyai oleh seorang pengelola zakat, agar badan pengelola/pengumpul zakat itu benar – benar mempunyai tanggung jawabnya. Salah satu penyebab mengapa pelaksanaan zakat dalam masyarakat kita selalu tidak merata dalam penyaluran atau distribusi zakatnya ini dikarenakan tidak terpenuhinya dua kriteria yang kami sebutkan tadi. Tampaknya hanya ada tiga sebab mengapa kewajiban zakat tidak lancar antara lain:
a. Para wajib zakat belum sadar akan kewajiban agamanya.
b. Mereka sudah sadar akan kewajiban zakatnya, akan tetapi enggan mengeluarkannya karena tidak percaya penuh pada para pengumpul/panitia zakat yang ada.
c. Mungkin para pengelola/pengumpul zakatnya yang belum paham akan kerja pengelolaan zakat itu sendiri.
Dari tiga alasan diatas jelas penyaluran/distribusi akan zakat itu bermasalah.  Bahkan dalam penyalurannya/distribusinya zakat tersebut sudah hilang dikalangan masyarakat itu sendiri. Padahal peranan pengumpul zakat (lembaganya Baitul Mal) dalam menampung sumber dana zakat tersebut langsung dibawah pengawasan Pemerintah dan lebih banyak disalurkan untuk kebutuhan ekonomi sosial dan budaya yang sangat fleksibel (tidak birokratis) dan tidak terlepas juga untuk membantu pembangunan yang ada, tetapi tidak mengkesampingkan fakir dan miskin serta Asnaf yang lain.
Di negara kita pengelolaan zakat sudah diatur dalam Undang – Undang No. 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat dengan Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 581 tahun 1999 tentang Pelaksanaan Undang – Undang No. 38 tahun1999 dan Keputusan Direktoral Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji No. D/291 tahun 2000 tentang pedoman teknis pengelolaan zakat.
Mungkin kita sudah mengetahui tentang cara perhitungan zakat, yaitu bila sekian persen dari kaum muslimin yang wajib zakat menunaikan kewajibannya, maka kita akan memperoleh sekitar X kali sekian Y rupiah, sehingga terkumpul sekian milyar rupiah. Dan dengan uang yang banyak itu Subahanallah akan banyak program – program yang akan kita lakukan yang dimana intinya dapat menolong fakir miskin. Perhitungan ini sudah begitu baik akan tetapi selalu terkendala di pelaksanaanya. Mengapa? Dengan tiga alasan yang sudah kami kemukakan diatas cukup terwakili.
Jika kita melihat keadaan sekarang ini, ada semacam logika kapitalistik yang menyusup kedalam pemikiran pelaksana zakat, yaitu melepaskan zakat dengan syarat asalkan zakat itu tidak habis dikonsumsi oleh penerima zakat, melainkan harus menjadi modal yang dapat berkembang, sehingga manfaatnya besar dalam jangka panjang demi kemaslahatan kaum fakir dan miskin dan seterusnya. Marilah kita ingat bahwa zakat yang kita bayarkan adalah sepenuhnya menjadi hak penerima zakat. Apakah zakat yang diterima itu digunakan untuk membelikan makanan yang lebih bergizi, untuk biaya membayar uang sekolah anaknya, untuk membeli selembar pakaian, atau untuk memenuhi kebutuhan hidup lainnya yang mendesak, kesemuanya itu adalah hak menjadi penerima zakat/mustahik. Bila kita melepaskan zakat dengan syarat ini dan itu, jangan digunakan untuk hal keperluan konsumtif dan lain – lainnya, mungkin bisa saja kita terkena peringatan Allah dalam QS Al-Baqarah(2) : 264.
Dari uraian singkat yang sudah dikemukakan tadi tentang pengelolaan zakat, maka menjadi jelas bahwa masalahnya yang lebih penting adalah bagaimana mengeluarkan zakat secara kansekuen yang sesuai dengan tuntunan Islam. Adapun pengelolaan agar tidak bersifat konsumtif, perlu juga dipertimbangkan apabila para mustahiq itu sendiri menghendakinya, dengan artian setelah kebutuhan – kebutuhan yang dikehendaki dan itu sangat mendesak sudah terpenuhi maka mereka dapat diajak membicarakan usaha – usaha produktif. Namun satu hal yang kita harus mengerti bahwa hal ini jauh dari harapan. Mengapa demikian? Karena orang yang dililit akan kesusahan dan dibelenggu akan kebutuhan yang mendesak hari ini sulit sekali diajak untuk berpikir hari esok.
Menurut pandangan para ulama sekarang bahwa zakat (ditambah infaq dan shadaqah) dapat digunakan sebagai alternatif pembiayaan pembangunan dan menghilangkan garis kemiskinan selama memenuhi ketentuan zakat yang sudah kami uraikan diatas. Agar zakat dapat sebagai alternatif pembiayaan, maka mekanisme pengumpulan dan pendistribusian zakat perlu diatur dengan sistem yang baik, hal ini mencakup sistem pembukuan yang baik dan benar serta sistem pertanggungjawabannya. Yang jadi pertanyaan kembali pada diri kita adalah apakah penyaluran atau pendistribusian zakat ini sudah adil atau tidak?
Dari data yang didapat dari lembaga pengelola zakat dapat diketahui bahwa pola pembayaran zakat di tahun 2004 banyak dilakukan disekitar mesjid atau rumah sekitar 64%, langsung ke penerima sekitar 20,5%, ke BAZ sekitar 9%, LAZ/BMT sekitar 1,5% dan sisanya ke lain –lain. Hal ini menandakan bahwa tingkat kepercayaan masyarakat kepada lembaga pengelola zakat itu masih kurang hal inilah yang menjadi sorotan kita sekarang. Akan tetapi ada yang jauh lebih penting dari tingkat kepercayaan yaitu penyaluran/distribusinya yang adil. Seperti yang kami ungkapkan diatas bahwa di kalangan masyarakat kita menganggap bahwa penyaluran/distribusi zakat yang sudah dijalankan oleh BAZ sudah berjalan dengan baik, padahal jika kita melihat di sekeliling kita masih banyak orang – orang yang masih dibawah garis kemiskinan.

Keadilan Dalam Islam
Jika kita mempelajari Al-Qur’an dan As-Sunnah tampak jelas bahwa keadilan adalah sesuatu yang utuh. Keliru sekali jika kita hanya mempelajari keadilan hukum saja, tanpa memandang keadilan yang lain seperti keadilan sosial maupun keadilan ekonomi ataupun keadilan yang lainnya. Banyak sekali ayat – ayat di Al-Quran yang mengingatkan bahwa harta kakayaan tidak boleh berputar ditangan kelompok kaya saja (QS Al-Hasyr : 7), bahwa orang – orang yang bertakwa adalah orang – orang yang menyadari bahwa dalam harta kakayaan yang ia miliki adalah hak bagi golongan fakir dan miskin (QS Az-Zariyat : 19), bahwa perhatian yang penuh harus kita berikan kepada lapisan yang belum hidup wajar sebagai manusia (QS Al-Haqqah :33-34, Al Fajr  : 17-18) dan setrusnya.
Demikian pula pandangan – pandangan para sahabat Nabi dan ulama Islam tentang spirit keadilan dan pemerataan yang sangat kuat dalam islam terutama masalah zakat itu sendiri. Sebagai contoh Abu Dzar berpendapat bahwa setiap surplus yang ada dalam rumah seorang muslim sudah menjadi hak orang lain yang memerlukannya. Dan Ibnu Hazm ulama besar kita juga berpendapat bahwa jika ada sekelompok kaya yang membangkang tidak mau mengerluarkan hak kelompok miskin maka bila sampai terjadi perang antara kedua belah pihak, maka kelompok miskin tidak bersalah karena mereka menuntut haknya. Kedua ulama ini sangat memperhatikan adanya penegakkan keadilan sosial dalam Islam.
Sebenarnya ketika kita akan mengerti akan pentingnya zakat maka kita akan memberikan sesuatu kepada orang yang membutuhkan apa yang selama ini selalu ada pada kita. Zakat mempunyai kandungan pesan moral yang tinggi, bahkan akan melebihi dari ibadah yang lain. Ada tiga hal yang termasuk pesan moral dalam berzakat antara lain :
1. Zakat merupakan manifestasi dari rasa kesetiakawanan seorang muslim kepada saudaranya yang sesama muslim. Disitu sebagian dari harta seorang muslim yang kaya diambil, untuk diberikan kepada saudaranya yang fakir/miskin.
2. Zakat merupakan kewajiban yang dengan adanya zakat tersebut keadilan sosial dapat terwujudkan. Bila dikatakan adil jika pihak yang kaya dikenai kewajiban untuk membantu yang miskin, sehingga orang yang miskin dapat meningkatkan taraf hidupnya dengan bantuan si kaya.
3. Memerangi dan menghapuskan kemiskinan. Jika zakat hanya berputar pada sekelompok orang kecil saja tidak secara merata dalam hal pembagiannya/ distribusinya maka yang akan terjadi adalah monopoli dan akan berakibat yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin.
Jika kita melihat tiga hal dari pesan moral yang diberikan maka yang akan kita simpulkan adalah kewajiban akan berzakat, keadilan dalam penyaluran/ distribusinya baik antara yang menerima zakat dengan yang memberi zakat, dan meyakini bahwa zakat merupakan sesuatu kegiatan yang dapat memerangi dan menghapuskan kemiskinan. Apalagi kita melihat bahwa tingkat kemiskinan di negara kita Indonesia adalah relatif cukup tinggi.
Dab ada beberapa hal juga yang perlu kita ketahui dari manfaat berzakat antara lain :
a. Zakat sebagai perwujudan keimanan kita kapada Allah SWT, mensyukuri nikmatnya, menumbuhkan akhlak yang mulia dengan rasa kemanusiaan yang tinggi, menumbuhkan ketenangan hidup maupun membersihkan dan mengembangkan harta kita.
b. Zakat merupakan hak mustahik/penerima zakat, sehingga zakat dapat berfungsi untuk menolong dan membantu bagi mereka yang memerlukan, terkhususnya fakir dan miskin, kearah yang lebih baik dan sejahtera.
c. Sebagai pilar amal bersama( jama’i) antara orang – orang yang kaya dengan para orang – orang yang kekurangan (fakir dan miskin) serta para mujahid yang dimana seluruh waktu dan hidupnya digunakan untuk berjihad dijalan Allah SWT.
d. Sebagai salah satu sumber dana bagi pembangunan baik itu sarana maupun prasarana yang dimiliki oleh ummat Islam, seperti mesjid, pendidikan, kesehatan, sosial, maupun ekonomi. Sekaligus sebagai penegmbangan sumber daya manusia muslim.
e. Zakat merupaka salah satu instrumen pemerataan pendapatan. Zakat yang dikelola dengan baik maka dapat digunakan untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi sekaligus pemerataan pendapatan terkhususnya di masyarakat yang membutuhkan. Dan zakat juga akan mencegah terjadinya akumulasi harta pada satu tangan dan pada saat yang sama mendorong manusia untuk melakukan investasi dan mempromosikan distribusi
Dari kelima hal diatas, kita dapat simpulkan bahwa ketika suatu masyarakat sadar akan kewajibannya akan berzakat, penyaluran zakatnya itu diserahkan ke lembaga yang berwenang seperti BAZ/LAZ, dan lembaga tersebut menyalurkan/mendistribusikan zakatnya itu dijalankan dengan baik dan benar yang sesuai dengan ketentuan Al-Qur’an dan As-Sunnah, maka permasalahan – permasalahan yang ada pada negara ini akan terselesaikan. Mulai dari pembangunannya, mengurangi tingkat kemiskinannya, penganggurannya, dan lain sebagainya. Subahanallah begitu besar konsep Islam yang ditawarkan oleh Allah SWT, dan jangan sampai kita tidak menggunakan konsep keislaman itu dalam kehidupan kita. Satu hal yang pasti ketika suatu negara ingin maju dan berkembang jika dilihat dari aspek Ekonominya maka gunakalah Ekonomi Syariah bukan ekonomi konvensional, karena ekonomi syariah merupakan satu – satunya ekonomi yang dapat memecahkan segala persoalan yang ada di negara kita. Wallahua’alam.

Temuan Lapangan
Dari hasil survey yang dilakukan sekitar 30 responden di wilayah Samarinda KALTIM, bahwa semua masyarakat mengetahui tentang zakat baik itu dari pengertiannya maupun takaran zakat. Walaupun sekitar 5% yang tidak mengetahui besaran bayaran zakat itu sendiri. Untuk masyarakat yang mempunyai status pemberi zakat sebesar 100% ketimbang yang berstatus penerima zakat. Jika ditanyakan masalah apakah setiap tahun para responden menyalurkan zakatnya? Jawabannya ya sekitar 91%, walaupun ada yang menjawab tidak hal itu dikarenakan oleh responden tidak mengetahui hitungan dan besaran zakat yang harus dikeluarkan atau dia mengeluarakan tetapi bukan setiap tahun tapi setiap dia mempunyai penghasilan dia zakatkan yang dimana ini disebut dengan zakat maal.
Mengenai pola penyaluran zakat para responden mengetahui pola penyaluran zakat sekitar 30 orang atau sekitar 85% dari 35 responden siasanya menjawab tidak bahkan ada responden yang abstain. BAZ/LAZ merupakan tempat penyaluran zakat akan tetapi ketika ditanya apakah akan menyalurkan zakatnya di BAZ/LAZ? Maka sekitar 22orang(62%) menjawab ya dan sisanya 10 orang menjawab tidak dan 3 orang abstain. Akan tetapi para responden percaya akan penyaluran zakat yang dilakukan oleh BAZ/LAZ sekitar 82%(29 orang) sisanya menjawab tidak dan abstain masing – masing 8% dan 8%(3 orang).
Peranan BAZ/LAZ menurut responden sebagian besar mengatakan belum optimal, hal ini dikarenakan pengumpulan zakatnya yang masih kurang, pembagian zakat yang belum merata, belum profesional dalam kelembagaannya dan lain –lain. Akan tetapi ada juga yang menjawab cukup baik dengan alasan membantu kinerja pemerintah. Berkaitan dengan pemerataan pembagian zakat yang ada di lingkungan masyarakat kita, menurut responden hanya 8 orang mengatakan ya, dan 24 orang mengatakan tidak dengan alasan masih ada para penerima zakat yang belum menerimanya, masih adanya nepotisme dalam BAZ/LAZ itu sendiri walaupun ini masih dugaan, data penyaluran zakat yang masih kurang dan masih banyak alasan yang lainnya. Sedangkan yang perlu dibenahi dalam BAZ/LAZ menurut responden antara lain sistem manajemennya yang harus diperbaiki, mulai dari penerimaan, pengelolaan, pengawasan sampai penyaluran zakat itu sendiri. Ada juga yang berpendapat sumber daya manusianya yang menangani masalah zakat ini harus diperbaiki, dan sistemnya harus transparansi dan terbuka bukan untuk ditutup-tutupi sehingga tidak menimbulkan nepotisme yang ada di dalam lembaganya itu sendiri. Pendataan akan orang – orang yang berhak menerima zakat ini sendiri juga harus jelas, dan adanya koordinasi antar pemerintah dengan BAZ/LAZ serta masyarakat baik itu pemberi zakat maupun penerima zakat.
Ketika kita melihat hasil dari survey yang kami lakukan bahwa ada permasalahan yang timbul yaitu suatu pengetahuan masyarakat akan zakat, lembaga pengelola zakat(seperti BAZ/LAZ) yang dimana masih bermasalah dalam pendistribusian zakat beserta pengelolaannya yang dimana ketika tidak berjalan dengan baik dan benar maka ada akibat yang sangat besar. Salah satu akibanya yaitu tidak meratanya pembagian zakat yang disalurkan sehingga orang yang berhak menerimanya tidak kebagian dan akan menimbulkan kemiskinan dimana – mana. Dan seperti yang kami katakan diawal bahwa tingkat kemiskinan di Indonesia sangat tinggi. Dari sinilah awal permasalahan kita. Akan tetapi solusi yang kami tawarkan kali ini mungkin bermanfaat jika kita melihat dari sisi zakat, yang dimana zakat yang dikelola selama ini kurang optimal dalam pendistribusiannya ke masyarakat yang memerlukannya. Ada beberapa aspek yang mungkin menjadi solusi dari pendistribusian zakat sehingga zakat yang disalurkan menjadi adil dan bermanfaat(produktif) bagi orang yang memerlukannya antara lain:
a. Verifikasi penerimaan zakat, memprioritaskan kalangan fakir dan miskin yang muslim.
b. Proses pemberian yang mudah tidak dipersulit oleh sistem.
c. Bantuan yang bebas dari sistem lingkaran ribawi.
d. Adanya jaminan yang diberikan kekalangan yang membutuhkan, kalaupun tidak ada jaminan maka jaminan kepercayaan dari orang yang menerima zakat tersebut.
e. Bisnis yang dibantu adalah bisnis yang halal dan thoyib, maksudnya ketika si penerima zakat ingin membuka usaha bisnis maka perlu adanya bantuan dalam mengembangkan bisnisnya dan bantuan ini bisa dari BAZ/LAZ.
f. Dan adanya pembinaan terhadap pelaku usaha bagi penerima zakat yang dimana dia mempunyai usaha bisnis
Dari ke enam apsek solusi yang kami tawarkan, akan sangat berguna dalam menghilangkan tingkat kemiskinan yang ada terkhususnya di Indonesia. Dan harapannya kita juga bisa menjadi orang – orang yang mau menunaikan zakatnya ketika panggilan zakat itu menjumpai kita, baik itu zakat harta, zakat maal, infaq, maupun shadaqhah. Waallahua’lam.







Referensi

Al-Qur’an Nul Qarim
Badan Pusat Statistik, tahun 2005
Mas’udi, Masdar F.1991. Agama Keadilan : Risalah Zakat(Pajak) Dalam Islam. Pustaka Firdaus, Jakarta
Qardawi, Yusuf. 1996. Hukum Zakat Misan. Jakarta
Republik Indonesia, Keputusan Mentri Agama (KMA) No. 581 tahun 1999 tentang Pelaksanaan Undang – Undang No. 38
Republik Indonesia, Keputusan Direktorat Jendral  Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji No. D/291 tahun 2000  tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat
Republik Indonesia, Undang – Undang Dasar 1945 tentang Pembukaan
Republik Indonesia, Undang – Undang No. 78  tahun 1999  tentang Penglolaan Zakat






PENDAHULUAN
Kita melihat bahwa kemiskinan sering terjadi di lingkungan sekitar kita dan kita mengetahui bahwa tingkat kemiskinan di lingkungan kita itu relative tinggi. Salah satu solusi yang kami tawarkan adalah pembagian/penyaluran zakat yang benar dan adil bagi yang membuthkan di lingkungan kita, maka dari itu kami mengadakan quisioner ini adalah wujud untuk meneliti seberapa besar pengetahuan, realisasi, maupun pengaruh zakat di masyarakat. Dan kami berharap anda selaku Responden dapat diajak bekerjasama dalam pengisian lembaran quisioner ini. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

PETUNJUK PENGISIAN:
A. Lingkari jawaban anda
B. Jika ditanyakan alasannya jawablah alasan tersebut dengan kemampuan anda
C. Jawablah semua pertanyaan yang ada
D. Coret yang tidak perlu*

Quisioner

Nama :
TTL :
Umur :
Status : Menikah/Belum menikah*
Pekerjaan :
Alamat/No Tlpn. :

1. Apakah anda mengetahui apa itu zakat?
a. Ya
b. Tidak
2. Tahukah anda berapa besaran zakat yang harus kita keluarkan?
a. Tahu
b. Tidak Tahu
3. Apakah anda termasuk penerima atau pemberi zakat?
a. Pemberi Zakat
b. Penerima Zakat
4. Jika anda penerima zakat apakah setiap tahun anda mendapatkan zakat?
a. Ya
b. Tidak
5. Jika anda penerima zakat apa yang anda gunakan pada zakat tersebut?
a. Belanja pribadi
b. Biaya hidup keluarga
c. Biaya sekolah anak – anak
d. Ditabung
e. Dan lain – lain, sebutkan................................................................................
6. Jika anda pemberi zakat apakah setiap tahun anda menyalurkannya?
a. Ya
b. Tidak, Alasan....................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................
7. Apakah anda mengetahui pola penyaluran zakat?
a. Ya
b. Tidak
8. Apakah anda menyalurkan zakat anda di lembaga pengelola zakat seperti BAZ (Badan Amil Zakat) atau LAZ (Lembaga Amil Zakat)?
a. Ya
b. Tidak, Alasan....................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................
9. Apakah anda percaya dengan penyaluran zakat yang di kelola oleh lembaga Zakat seperti BAZ (Badan Amil Zakat) atau LAZ (Lembaga Amil Zakat)?
a. Ya
b. Tidak, Alasan....................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................
10. Menurut anda sudah seberapa besar peran BAZ/LAZ yang ada di lingkungan masyarakat kita?
................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................
11. Menurut anda sudah meratakah pembagian zakat yang ada di lingkungan masyarakat kita?
a. Ya
b. Tidak, Alasan....................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................
12. biasanya pembagian/penyaluran zakat itu tidak merata/adil. Menurut anda apa yang harus di benahi adalam penyakuran zakat ini?
................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................


Jika Anda menyukai Artikel di blog ini, Silahkan berlangganan gratis via email, dengan begitu Anda akan mendapat kiriman artikel setiap ada artikel yang terbit di Lintas Umum

Baca juga yang ini :



0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.